DE

International Academy for Leadership
Cyber Literacy: Langkah Mengatasi Permasalahan di Dunia Digital

IAF Seminar "Rule of Law and Fundamental Rights 4.0", Gummersbach, 4 - 16 Maret 2018
Tugas Kelompok: Merumuskan Kurikulum terkait Cyber Literacy

Tugas Kelompok: Merumuskan Kurikulum terkait Cyber Literacy

Ketika kami menerima informasi akan diadakannya  Seminar dan Workshop Safeguarding Freedom in the Digital World oleh Friedrich Naumann Stiftung ada beberapa kandidat dari instansi kami yang akan ditugaskan mengikuti seminar ini dan akhirnya  pimpinan kami menugaskan untuk mengikuti seminar ini  bersama dengan 25 peserta yang lain dari berbagai negara. Ada banyak pertanyaan dalam benak saya, bagaimana bentuk programnya, apakah saya bisa menguasai dan mengikuti acara ini dengan baik? dan dua minggu pasti waktu yang sangat lama untuk mengikuti acara ini dengan jadwal yang lumayan padat.

Namun, akhirnya saya mendapat sedikit gambaran dari program ini ketika panitia mengabarkan bahwa ada seminar online yang diadakan beberapa minggu sebelum seminar di Gummersbach dimulai. Selain materi di dalam seminar online tersebut, kami juga diundang untuk ikut dalam group facebook agar para peserta bisa saling mengenal.

Dengan dipandu oleh dua orang fasilitator yang handal semua materi yang dibahas dalam seminar di Gummersbach tidak pernah terasa membosankan. Diskusi berjalan dengan sangat aktif. Stefan Melnik dan Eniko Gal membawakan materi yang bagi saya adalah isu yang baru menjadi sangat menarik.

Salah satu yang menarik perhatian saya adalah ketika seorang peserta dari Estonia menceritakan bagaimana Estonia memfasilitasi interaksi antara warga dengan pemerintah secara digitalisasi melalui solusi digital berbasis internet. Bagaimana semua aktivitas dilakukan secara online. Dengan kartu identitas dan PIN, warga Estonia dapat memiliki, mengajukan aplikasi atau menandatangani kontrak dalam waktu singkat atau melakukan e-voting, membayar pajar, mendapatkan jaminan kesehatan dll. Dari beberapa hal yang dia utarakan, salah satu kunci dari suksesnya system digital yang dibangun pemerintah di Estonia adalah kesediaan dan kepercayaan masyarakatnya kepada pemerintah. Dan kesungguhan pemerintah untuk membangun system digital untuk mempermudah melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Berbagi pengalaman bagaimana praktek di dunia digital menjadi topik pembicaraan tidak saja di dalam ruang seminar tetapi di saat-saat informal. Bagaimana di beberapa negara seperti Pakistan dan Turki pemerintah melarang media social dan layanan berbasis internet yang lain.

Menghadiri Telekom-Security Congress di Bonn

Menghadiri Telekom-Security Congress di Bonn

Berbagi pengalaman bagaimana praktek di dunia digital menjadi topik pembicaraan tidak saja di dalam ruang seminar tetapi di saat-saat informal. Bagaimana di beberapa negara seperti Pakistan dan Turki pemerintah melarang media social dan layanan berbasis internet yang lain.

Di Indonesia pemblokiran dan filter konten dilakukan berdasarkan pelanggaran peraturan perundang-undangan dan norma sosial. Beberapa instansi seperti Kominfo dan Tim Siber Polri mempunyai kewenangan untuk membatasi konten website yang diduga dapat mengganggu ketertiban umum dan norma susila di bawah Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008  tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu, dengan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 290 Tahun 2015 tentang Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan  Negatif yang terdiri dari empat panel yaitu Panel Pornografi terhadap Anak dan Keamanan Internet, Panel Terorisme, SARA dan Kebencian, Panel Investasi Ilegal, Penipuan, Perjudian, Obat dan Makanan serta Narkoba, dan Panel Hak Kekayaan Intelektual.

Di bawah UU ITE juga pemerintah dapat mencegah akses informasi untuk online dan memerintahkan Internet Service Provider untuk melakukannya. Perpres No. 113 tahun 2017 tentang Perubahan Perpres No. 53 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang dibentuk oleh Presiden bertugas untuk melaksanakan keamanan siber secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan, mengembangkan dan mengonsolidasikan semua unsur yang terkait keamanan siber. Lembaga ini dapat menyaring dan memantau konten online untuk menambah daftar aparatur negara yang diberdayakan untuk melakukan sensor internet.

Dalam seminar ini juga dibahas bagaimana kebebasan informasi adalah masalah kebebasan yang sentral, yaitu hak untuk mengakses basis data dan untuk menanyakan tentang penggunaannya, serta kesiapan pihak berwenang terkait untuk menjawab permintaan informasi, terutama jika menyangkut data pribadi. Sementara itu, di Indonesia masyarakat memerlukan UU khusus untuk online dan offline seperti data untuk kesehatan, catatan sipil, telekomunikasi, media dan lain-lain, dimana UU ini bisa mengatur jenis data pribadi yang bisa dikumpulkan, dan data sensitive lain yang harus dilindungi. Saat ini pemerintah sedang mengusun RUU Perlindungan Data Pribadi yang bertujuan untuk a. melindungi dan menjamin hak dasar warga negara terkait dengan privasi dan data pribadi; b. menjamin masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah, pelaku bisnis dan organisasi masyarakat lainnya; c. mendorong pertumbuhan industry teknologi, informasi dan komunikasi, dan d. mendukung peningkatan daya saing industry dalam negeri.

Ada diskusi terpisah tentang “hak individu terhadap internet” (individual rights to the internet), dimana para peserta dalam seminar ini berpendapat bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk memastikan akses tersebut dengan menyusun kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan infrastruktur TI dan memperluasnya sehingga dapat memberikan cakupan penuh yang meluas ke daerah pedesaan dan terpencil serta mendorong akses yang terjangkau misalnya melalui peningkatan persaingan.

Dunia maya juga telah menjadi ruang untuk agresi, konflik dan kriminalitas, sebuah fenomena yang terjadi beberapa tahun terakhir. Untuk itu diperlukan peningkatan kontrol yang efektif dan efisien namun tetap harus berada dalam batas-batas yang ditentukan hukum, menjamin akses terhadap keadilan dengan kata lain semua peraturan perundang-undangan yang mempengarugi lingkungan digital dan hak asasi manusia serta implementasinya harus mematuhi prinsip-prinsip rule of law.

Indonesia juga harus mengatasi beberapa permasalahan di dunia maya seperti hate speech, fake news dan cyber harassment bahkan beberapa waktu ini sedang dibahas bagaimana mengatasi pelecehan anak lewat dunia maya. Meskipun pemerintah sudah mempunyai mekanisme penegakkan hukum namun langkah pencegahan adalah hal yang juga menjadi kunci utama dalam upaya mengatasi permasalahan di dunia digital.

Cyber literacy adalah suatu keharusan di dunia saat ini termasuk di Indonesia. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa semua orang tahu cara menggunakan internet dan media lain dengan cara yang bermanfaat dan aman.

Dalam suatu diskusi kelompok pada seminar ini disepakati pentingnya untuk  memasukan cyber literacy  ke dalam suatu kurikulum pendidikan dengan tujuan untuk membantu memastikan bahwa semua pengguna internet tahu bagaimana memaksimalkan penggunaan teknologi untuk kepentingan mereka sendiri dan bagaimana caranya berpartisipasi untuk kepentingan masyarakat serta pada saat yang sama juga melindungi diri sendiri dari bentuk-bentuk pelecehan di dunia maya.

Sebagai contoh di Indonesia, pemerintah telah mengadakan gerakan nasional “Siberkreasi” sebagai upaya penanggulangan di berbagai sektor pendidikan, namun hal ini masih dirasakan kurang efektif. Selain perlunya kurikulum terkait cyber literacy, diperlukan juga “ruang digital untuk pemuda” dimana isu-isu yang mempengaruhi penggunaan teknologi digital dan media social oleh pemuda dapat didiskusikan dengan tujuan untuk mempromosikan kesadaran akan masalah serius yang terkait dengan penggunaan di dunia maya.

Secara keseluruhan, seminar ini adalah pengalaman yang penting dan menarik untuk saya. Selain substansi yang dapat dijadikan referensi atau bahan kebijakan dalam mengatasi beberapa permasalahan di dunia digital sesuai dengan tugas dan fungsi kami, menjalin jaringan pertemanan dengan peserta lain dari berbagai negara juga sangat berguna untuk saya.

Waktu dua minggu yang sedianya terlalu panjang untuk sebuah seminar menjadi terasa sangat singkat dengan metode seminar di dalam kelas dan studi lapangan dimana para peserta mendapatkan input dari akademisi, aparatur pemerintah dan praktisi hukum di Jerman. Begitu juga dengan fasilitas di Kampus IAF dan staf yang sangat baik menjadikan pengalaman belajar di Gummersbach sangat berkesan.

Pemberian Sertifikat telah mengikuti seminar dan workshop Safeguarding Freedom in The Digital World oleh Bettina Solinger

Pemberian Sertifikat telah mengikuti seminar dan workshop Safeguarding Freedom in The Digital World oleh Bettina Solinger

*Artikel ini adalah tulisan dari delegasi IAF asal Indonesia, Gina Santiyana Wirakusumah yang bekerja sebagai Head Section of Bilateral Cooperation of Directorate General of Human Rights, Ministry of Law and Human Rights.