DE

International Academy for Leadership
Membuka Batas: Mengapa Indonesia Perlu Kebijakan Migrasi yang Lebih Longgar?

IAF Replication: “Open Borders and Migration Policy in Indonesia”, FNF Office, 29 August 2017

Pada hari Selasa yang lalu, Friedrich Naumann Foundation kembali mengadakan sebuah diskusi publik, kali ini dengan tema kebijakan migrasi di Indonesia. Diskusi Publik yang diselenggarakan di kantor FNF di Kebayoran Baru ini juga merupakan replikasi seminar IAF kedua yang diadakan FNF Indonesia pada tahun ini. Selain dihadiri oleh alumnus seminar IAF bertajuk “Freedom of Movement-A liberal Principle Challenged”, Rofi Uddarojat, diskusi ini juga dihadiri oleh Hamdan Hamedan dari Diaspora Indonesia serta Muhamad Iksan dari Universitas Paramadina sebagai narasumber.

Memaparkan apa yang telah dipelajarinya dari seminar di Gummersbach bulan Maret yang lalu, Uddarojat membuka sesi diskusi dengan menjelaskan perbedaan golongan-golongan migran yang terdiri dari pengungsi, pencari suaka dan imigran ekonomi. Dalam presentasinya, beliau memaparkan beberapa data berkaitan dengan migrasi ke dan dari Indonesia. Di Indonesia sendiri, lebih banyak terjadi emigrasi daripada imigrasi dengan Malaysia sebagai negara utama tujuan emigrasi. Uddarojat juga menyinggung isu masuknya tenaga kerja Tiongkok yang sempat memicu kehebohan di tengah masyarakat. Alasan umum yang sering digunakan yaitu berkurangnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal. Dugaan ini ternyata tidak terbukti benar, setidaknya menurut data statistik Council of Economic Advisers tentang populasi masyarakat sipil dan tenaga kerja yang menunjukkan bahwa meningkatnya jumlah tenaga kerja asing tidak berbanding lurus dengan angka pengangguran. Berkaitan dengan pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, Uddarojat menyayangkan diberlakukannya moratorium tenaga kerja tahun 2012 yang melarang pengiriman unskilled labor ke Arab Saudi karena adanya isu penganiayaan. Alih-alih berdampak positif, pelarangan ini justru akan memutus kesempatan orang-orang yang tidak mendapatkan pekerjaan di negaranya sendiri. Lebih lanjut lagi, beliau menjabarkan beberapa keuntungan yang didapat dari pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, di antaranya yaitu kenaikan pendapatan, peningkatan keterampilan kerja dan kebutuhan tenaga kerja yang terlengkapi di negara tujuan.

Rofi Uddarojat - IAF Alumnus
© FNF Indonesia

Menjadi narasumber kedua, Hamdan Hamedan membuka presentasinya dengan membicarakan nasionalisme berbasis kontribusi. Ini berarti, nasionalisme seseorang tidak lagi diukur berdasarkan di mana ia memilih untuk menetap melainkan kontribusi nyata yang ia berikan bagi negaranya. Beliau pun mencontohkan bagaimana orang-orang Indonesia seperti Bung Hatta atau M. Zein Hassan telah berjasa bagi Indonesia meskipun berada di luar negeri. Pada saat ini, kira-kira ada 6,8 juta orang Indonesia yang tinggal di luar negeri. Sementara itu, Diaspora Indonesia sendiri kurang lebih dapat diartikan sebagai orang Indonesia yang tidak tinggal di tanah airnya. Meski demikian, orang Indonesia di sini tidak terbatas pada Warga Negara Indonesia saja melainkan juga mantan WNI, keturunan WNI maupun pecinta Indonesia atau orang yang memiliki hubungan khusus dengan Indonesia, misalnya karena ia pernah tinggal di Indonesia. Keberadaan diaspora Indonesia membawa banyak keuntungan bagi tanah air seperti di sektor ekonomi karena tingginya remitansi. Selain itu, pada presentasinya, beliau juga menyoroti tentang kebijakan dwikewarganegaraan. Menurutnya, keharusan untuk memilih satu kewarganegaraan tidak akan membawa keuntungan bagi Indonesia karena banyaknya orang yang cenderung akan memilih menjadi warga negara di tempat tinggalnya, khususnya mereka yang sejak lahir tinggal di luar negeri. Tentunya kebijakan dwikewarganegaraan juga harus dijalankan dengan mengikuti syarat-syarat tertentu seperti negara yang bersangkutan harus dalam keadaan relatif stabil dan warga negara tidak bekerja di badan-badan pemerintahan.

Hamdan Hamedan
© FNF Indonesia

Presentasi ketiga dibawakan oleh dosen dan peneliti dari Paramadina Public Policy Institute, Muhamad Iksan. Dalam presentasinya, beliau menyoroti kebijakan migrasi di Indonesia yang melibatkan tenaga kerja asing. Menyikapi aturan pemerintah yang membatasi kelas pekerja asing yang diizinkan bekerja di Indonesia, beliau menyebut ketidakjelasan aturan sebagai salah satu hambatan bagi perusahaan asing yang ingin berinvestasi di Indonesia. Dalam presentasinya, beliau juga memberikan beberapa usulan seperti melonggarkan restriksi berinvestasi dan pengurangan proses perizinan yang tidak signifikan. Menanggapi terbukanya kemungkinan pertukaran tenagakerja antarnegara ASEAN melalui MEA, Iksan mengaku optimis. Selain meningkatnya kualitas tenaga kerja akibat kompetisi, baginya perdagangan adalah proses dua arah dan tidak mungkin jika salah satu pihak saja yang diuntungkan.

peserta diskusi
© FNF Indonesia