DE

International Academy for Leadership
Pengembangan Nilai-Nilai Kepemimpinan Politik

IAF Seminar "Political Leadership", Gummersbach, 11 - 18 Juni 2017
Peserta IAF Seminar "Political Leadership"
Peserta IAF Seminar "Political Leadership" © FNF Indonesia

Political leadership, liberal values, binding values, leadership branding. Kata-kata itulah yang mengisi hari-hari saya selama 8 (delapan) hari ketika berada di Jerman. Saya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti Seminar on Political Leadership pada International Academy for Leadership (IAF) Friedrich Naumann Foundation yang berlokasi di Theodor Heuss Akademie, Gummersbach, Jerman pada tanggal 11-18 Juni 2017. Seminar ini dihadiri oleh politisi, anggota dewan/parlemen, aktivis politik, bahkan pengambil kebijakan setingkat walikota.

Ada beberapa hal yang membuat seminar ini sangat unik menurut saya. Pertama, seminar ini dihadiri oleh peserta dari 18 negara yang dikelompokan lagi ke dalam 5 benua yaitu Eropa Timur, Amerika Latin, Asia Tenggara, Afrika, dan Timur Tengah. Keragaman peserta seminar IAF merupakan pengalaman tak ternilai yang saya dapatkan untuk menambah jaringan komunitas internasional dari berbagai negara. Kedua, seminar ini dilaksanakan dalam dua bahasa yaitu Inggris dan Rusia. Hal ini memberikan pengalaman tersendiri mengikuti seminar dalam dua bahasa yang berbeda. Ketiga, lokasi akademi yang terletak di Gummersbach menjadikan seminar ini terfokus dan terkonsentrasi sehingga seluruh peserta dapat mengikuti seminar dengan baik.

Seminar ini bertujuan untuk melatih dan mempelajari kepemimpinan politik yang baik dan tepat sasaran dalam pengambilan keputusan agar efektif di masyarakat. Kepemimpinan politik ini dikombinasikan dengan nilai-nilai liberalisme yang merupakan prinsip dan gagasan utama dari Friedrich Naumann Foundation (FNF). FNF sendiri merupakan yayasan dari gerakan politik liberal Jerman yang bertujuan untuk membuat nilai-nilai kebebasan untuk kehormatan manusia di semua bidang. Gagasan utama yang diusung oleh FNF terciptanya kebebasan dan tanggung jawab di seluruh dunia. 

Demokrasi diperlukan untuk mencegah terulangnya sejarah. Demokrasi merupakan sistem terbaik bagi munculnya demokrat. Seperti pepatah, No Democracy without Democrats. Tanpa kaum demokrat, demokrasi hendak dijadikan sekedar alat teknis untuk meraih kekuasaan.

Secara umum, kegiatan seminar ini dibagi ke dalam 4 bentuk yaitu, seminar: diadakan dalam bentuk ceramah interaktif antara trainer/narasumber dan peserta secara tatap muka, serta tanya jawab pada sela-sela maupun akhir seminar; studi kasus dan FGD: pemberian contoh kasus dan diskusi terfokus yang dilakukan dengan pembagian kelompok untuk kemudian dibahas dan hasilnya ditampilkan melalui presentasi kelompok; simulasi dan pementasan drama: melakukan simulasi wawancara, situasi problem solving, pidato political branding, dan serta pementasan drama pendek tematik; dan yang terakhir adalah studi visit.

Secara garis besar, terdapat enam topik utama yang dibahas dan dikaji terkait dengan kepemimpinan politik yang saya dapatkan dari seminar IAF ini, yaitu dasar kepemimpinan politik, kekuatan dan nilai-nilai kepemimpinan, leadership branding dan media sosial, leadership branding melalui komunikasi, dialektika politik.

Kepemimpinan politik bukanlah sebuah konsep dengan pemahaman yang baku di seluruh dunia. Kondisi historis, religius, sosial, dan budaya menghasilkan gagasan dan pengalaman kepemimpinan politik yang sangat berbeda.

Hal yang saya pelajari dari seminar ini antara lain bagaimana memahami sebuah kepemimpinan politik. Kepemimpinan Politik yang baik itu memusatkan pada kualitas dan kewajiban dari kepemimpinan politik itu sendiri. Kualitas yang diharapkan dalam pemimpin adalah kemampuan dan kecerdasan dalam mengambil keputusan dan  merubah sistem menjadi lebih baik. Sementara kewajiban dalam kepemimpinan politik adalah membela keadilan dan menyelesaikan masalah bersama. Namun tentu ada tantangan yang harus dihadapi seperti kepentingan politik yang mempengaruhi kepemimpinan.

Materi kepemimpinan politik ini membuat saya teringat dengan kepemimpinan politik ala Presiden RI, Joko Widodo. Terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden RI telah membawa wacana dan referensi baru dalam khasanah kepemimpinan politik di Indonesia. Di tengah maraknya pencitraan elit politik yang sebagai figur yang santun, berwibawa, kuat dan tegas, kemunculan Presiden Jokowi membawa sesuatu yang berbeda. Pak Jokowi muncul dengan sikap low profile, jujur, dan dekat dengan warga masyarakat. Menurut saya, gaya kepemimpinan Presiden RI ke-7 ini layak menjadi referensi karena terbukti kekuasaan yang dimilikinya berorientasi pelayanan kepada masyarakat. Jokowi dengan lihai membangun komuniksi politik untuk terus meningkatkan partisipasi dan dukungan politik bagi keberhasilannya memimpin negara ini.

Kami juga mendapatkan pemahaman mengenai nilai-nilai liberalisme dalam suatu kepemimpinan politik. nilai-nilai liberalisme adalah nilai-nilai yang mengutamakan kebebasan individu sebagai tujuannya. Namun demikian, kebebasan ini haruslah kebebasan yang bertanggung jawab dikarenakan ada norma-norma yang mengikat di masyarakat.

Peserta juga dilatih untuk mengembangkan personal and leadership branding, baik itu melalui komunikasi maupun melalui media sosial yang dapat digunakan untuk menjaring audiens atau publik. Dalam seminar ini, saya mendapatkan beberapa alasan mengapa media sosial berguna untuk branding seorang pemimpin diantaranya adalah tidak ada batasan-batasan seperti dalam jurnalistik, kontak yang personal, dan menyentuh masyarakat di lingkuangan mereka. Kemudian, elemen-elemen yang penting dalam strategi branding menggunakan media sosial adalah identitas brand tersebut, pesan, dan identitas visualnya.

Jika dilihat dari kacamata Indonesia kembali, leadership branding, baik secara tradisional maupun melalui sosial media dapat dikatakan juga diimplementasikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi). Jokowi memiliki ciri kepemimpinan politik yang khas yang dikenal dengan blusukan atau dalam Bahasa Inggris dapat disebut impromptu visit. Blusukan, secara sederhana dapat diartikan sebagai kunjungan langsung secara tiba-tiba ke suatu tempat untuk melihat situasi dan kondisi di tempat tersebut. Terkait dengan blusukan Presiden Jokowi, hal ini biasanya dilakukan untuk memonitor kinerja pelayanan publik dan melakukan komunikasi dengan masyarakat guna mengetahui secara langsung permasalahan yang dihadapi masyarakat.

Selanjutnya secara media sosial, Presiden Jokowi termasuk ke dalam presiden yang sangat update dan melek media sosial, bahkan beliau menggunakannya dalam acara-acara kenegaraan. Sebagai contoh, Presiden Jokowi memiliki kanal Youtube sendiri yang isinya mendokumentasikan kunjungan kenegaraan Presiden, mengumumkan perkembangan pembangunan infrastruktur di daerah terpencil, jamuan makan kenegaraan, sampai dengan menceritakan juru masak dapur kepresidenan. Selain itu, Presiden Jokowi juga kerap membuat vlog-nya sendiri yang isinya menceritakan keseharian Pak Jokowi di sela-sela menjalankan tugasnya sebagai Presiden Republik Indonesia. Vlog Pak Jokowi antara lain, ketika menonton final Piala Presiden 2017, melakukan jamuan makan siang dengan Raja Arab Saudi, meninjau jalan baru di Kalimantan Barat, bahkan hingga menceritakan kelahiran dua ekor anak kambing di Istana Bogor.

Metode-metode pelatihan yang digunakan dalam seminar ini juga sangat bervariasi dan tidak monoton. Peserta diajak untuk selalu berpartisipasi aktif dalam intense discussion, small group discussion, brainwriting and brainstorming, interview simulation, meditasi, art of debate, dan bahkan theatre performance. Saya merasa sangat beruntung mengikuti seminar ini karena setiap harinya dapat mempelajari hal baru dan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang sangat inspiratif dari peserta lainnya dari berbagai negara.

*Artikel ini adalah pendapat atau opini pribadi dari penulis dan bukan merupakan pendapat atau opini yang mewakili institusi tempat penulis bernaung.