DE

Hak Asasi Manusia
Rapat Koordinasi Ranham dan Kabupaten Kota Peduli Ham 2017

Rapat Koordinasi RANHAM 2017, Kabupaten Kota Peduli Ham, Hak Asasi Manusia, Pemenuhan Ham,
Rapat Koordinasi RANHAM 2017, Kabupaten Kota Peduli Ham, Hak Asasi Manusia, Pemenuhan Ham, © FNF Indonesia

Kementerian Hukum dan Ham melalui Direktorat Jenderal Ham bekerjasama dengan Friedrich Naumann Stiftung Jakarta (FNF Jakarta), tahun ini telah melaksanakan Rapat Koordinasi Teknis Pelaporan Aksi Ham dan Teknis Pelaksanaan Pelaporan Kriteria Kabupaten/Kota peduli Ham di 10 provinsi di Indonesia. Sepuluh provinsi tersebut adalah Tanjung Pinang, Balikpapan, Jambi, Kupang, Bali, Medan, Serang, Bandung, Lombok, dan Manado. Rapat koordinasi merupakan wujud implementasi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Hak Asasi Manusia  Tahun 2015-2019 (Perpres RANHAM) dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 34 Tahun 2017 tentang Kriteria Daerah Kabupaten/Kota Peduli Hak Asasi Manusia.

Dengan munculnya Perpres dan Permen tersebut, rapat koordinasi perlu dilaksanakan untuk memberikan sosialisasi kepada pihak Pemerintah Daerah terkait Rencana Aksi Ham dan Kriteria Daerah/Kabupaten Peduli Ham.Sebagai organisasi yang bekerja untuk pemenuhan Hak Asasi Manusia, FNF sangat mendukung langkah Kemenkumham melalui Ditjen HAM ini dengan harapan implementasi Hak Asasi Manusia di Indonesia semakin berkembang ke arah yang lebih baik. Berikut adalah beberapa rangkuman kegiatan Rapat Koordinasi yang telah berjalan di 10 provinsi.

Rapat Koordinasi RANHAM 2017, Kabupaten Kota Peduli Ham, Hak Asasi Manusia, Pemenuhan Ham,
© FNF Indonesia

1. Tanjung Pinang

Kegiatan Rapat Koordinasi di Tanjung Pinang dihadiri oleh 33 peserta perwakilan dari Kapupaten, Kota dan Provinsi dan dibuka oleh staf ahli Gubernur bidang ekonomi dan pembangunan Eko Sumbaryadi, Program Officer FNF Jakarta Nur Rachmi dan Alfi Zahrin, Kepala Pengawas Penjara Kantor Wilayah Kemenkumham. Narasumber yang memberikan sosialisasi terhadap RANHAM dan Kriteria Daerah Kabupaten/Kota Peduli Ham adalah  Bapak Arry Ardanta Sigit, Direktur Direktur Kerjasama HAM Kementerian Hukum dan Ham dan Ibu Ruth Marshinta Sarumpaet selaku Kasi Kerja Sama dan Ranham Wilayah.1A.  Usai penyampaian materi mengenai soasialisai  RANHAM dan Kabupaten/Kota peduli Ham, sesi berikutnya dilanjutkan dengan simulasi teknis pelaporan AKSI HAM2017 / Kriteria Kabupaten/Kota Peduli  Hak Asasi Manusia bersama Bapak Rodion Silitonga, Kabida HAM Kanwil Kepri. Dalam  rapat ini, dibuka juga kesempatan bagi peserta untuk bertanya ataupun sharing pengalaman terkait implementasi dan teknis pelaporan, dan dapat disimpulkan bahwa dalam implementasi masih ditemukan banyak kendala, diantaranyaa adalah proses perolehan data dukung untuk bebrapa indikator yang sulit dan memakan waktu lama, pergantian pengurus yang relatif cepat dan kurangnya koordinasi antar instansi di Pemda.

Rapat Koordinasi RANHAM 2017, Kabupaten Kota Peduli Ham, Hak Asasi Manusia, Pemenuhan Ham,
© FNF Indonesia

2. Balikpapan

Rapat Koordinasi dihadiri oleh 52 peserta perwakilan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) dari 9 Kab/Kota di Kaltim dan 2 Kabupaten di Kaltara. Pembukaan dilakukan Gubernur Kaltim yang diwakili oleh Staf Ahli Gubernur Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Bp. Filifus Sembiring, Ibu Nur Rachmi Program Officer FNS, dan Kakanwil Kemenkumham Prov. Kaltim, Bp. Agus Saryono. Tujuan Rapat Koordinasi:

  1. Memberikan penjelasan teknis mengenai implementasi RANHAM berupa pelaporan aksi HAM triwulanan
  2. Memperkenalkan dan memberikan penjelasan teknis mengenai Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No. 35/2016 tentang Indikator Penilaian Kab/Kota Peduli HAM

Narasumber yang hadir adalah Direktur Kerja Sama HAM, Bp. Arry Ardanta Sigit dengan materi Evaluasi dan Teknis Pelaporan Aksi HAM dan Kasubdit Kerjasama Luar Negeri, Bp. Andi Taleting Salahuddin dengan materi Program Kab/Kota Peduli HAM.Untuk moderator dipimpin oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kaltim, Bp. Amru Walid Batubara. Dalam rapat juga dilakukan simulasi mengenai Program Kab/Kota Peduli HAM dengan narasumber Kasubdit Kerjasama Luar Negeri yang berisi penjelasan teknis dan tanya jawab lebih mendalam mengenai matriks isian Program Kab/Kota Peduli HAM sesuai Permenkumham No. 35/2016.

Hal-hal yang menjadi catatan penting dalam Rapat Koordinasi:

  1. Perlu ketegasan dan kepastian pendelegasian kewenangan dan kepanitiaan di daerah sehingga tidak terjadi miskomunikasi dan tumpang tindih penugasan. Peran Pemda Provinsi (Biro Hukum) dan Kanwil Kemenkumham diharapkan mampu menjembatani.
  2. Perlu diperjelas mana perda yang sudah dan belum berperspektif HAM. Adakalanya Perda yang dianggap belum berperspektif HAM itu pada dasarnya menghormati adat atau nilai lokal setempat atau sebaliknya, sehingga perlu tercapai kesepakatan.
  3. Kurang bertajinya Perpres 75/2015 sehingga kurang serius penanganannya terutama di daerah. RANHAM seringkali dianggap sebagai beban tambahan di OPD, padahal sesungguhnya aspek-aspek RANHAM sudah melekat di tupoksi mereka sehingga perlu sosialisasi yang lebih mendalam.
  4. Perlunya pelibatan DPRD dalam rapat RANHAM agar bisa memperoleh dukungan anggaran khusus. Masalah klasik yang terjadi selama ini, yaitu kurangnya dukungan danauntuk RANHAM disebabkan tidak adanya persetujuan atau pengetahuan DPRD tentang RANHAM.
  5. Banyak Kab/Kota Kaltim dan Kaltara pelaporannya seharusnya bukan merah karena tidak peduli terhadap aksi HAM tapi karena belum bisa menyampaikan pelaporan yang memadai/belum dipahami detil teknisnya. Oleh karena itu perlu kiranya pengadaan ToT untuk mengatasi hal tersebut dan juga agar terjadi kesamaan persepsi di semua lini.

 

Rapat Koordinasi RANHAM 2017, Kabupaten Kota Peduli Ham, Hak Asasi Manusia, Pemenuhan Ham,
© FNF Indonesia

3. Jambi

Rapat dihadiri oleh 42 peserta dari perwakilan bagian hukum, Bappeda dari 11 Kabupaten/Kota dan Kesabangpol di 5 Kab/Kota di Propinsi Jambi. Pembukaan dimulai dengan sambutan dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham, Sekretaris Daerah Propinsi Jambi yang dalam hal ini diwakili oleh Asisten tiga bidang Pemerintahan dan Ekonomi, dan dilanjutkan dengan presentasi singkat mengenai apa itu FNF oleh Asisten Program FNF. Rakor diisi oleh narasumber dari Direktorat Jenderal HAM yaitu Direktur Pelayanan Komunikasi Masyarakat Bapak Agung Santoso dan Kasi RANHAM Wilayah 1b Ibu Relly dan Olivia Dwi Ayu sebagai Fasilitator. Dari hasil diskusi dalam rapat ditemukan banyak kendala yang disampaikan oleh peserta diantaranya adalah :

1. Rotasi pegawai mengakibatkan input pelaporan aksi HAM terhambat dikarenakan password tidak terlacak/terbawa pegawai yang dirotasi.

2. Form isian yang melibatkan data dari beberapa dinas, namun pengesahan di satu dinas terkait, membuat kepala dinas tidak berkenan menandatangani form isian tersebut.

3. Tim Verifikasi Aksi HAM di Ditjen HAM diharapkan aktif berkoordinasi kepada pemerintah Kabupaten/Kota sehingga pelaporan dapat terpantau dengan baik.

Usai melakukan rapat koordinasi, Pemerintah Kabupaten/Kota sepakat bahwa pelaporan aksi Ham dan KKP Ham merupakan suatu komitmen Negara yang harus dilaksanakan sebagai bentuk akuntabilitas publik. Selain itu, akan dibentuk juga tim RANHAM yang secara intensif mengadakan koordinasi perihal pelaporan akasi Ham dengan vocal point di Bappeda provinsi Kabupaten/Kota.

Rapat Koordinasi RANHAM 2017, Kabupaten Kota Peduli Ham, Hak Asasi Manusia, Pemenuhan Ham,
© FNF Indonesia

4. Kupang

Rapat koordinasi di Kupang, dihadiri 55 peserta dari perwakilan Bappeda, Kesbangpol, Bagian Hukum dan Fakultas Hukum.Rapat bertujuan memberikan penjelasan teknis mengenai implementasi RANHAM berupa pelaporan aksi HAm triwulan serta sosialisasi terkait indikator Penilaian Kabupaten/Kota peduli Ham.Rapat dibuka oleh kepala Kantor Wilayah NTT, Program Officer FNF, dan Direktur Instrumen Ham. Rapat dihadiri oleh dua narasumber Bapak Molan Tarigan dan Ibu Dyah Windajani, dan dimoderatori oleh Bapak Heru Saputro. Rapat juga dihadiri oleh observer dari Biro Humas, Hukum dan Kerjasama, Ibu Cut Feroza, Rena Primayanti dan Ibu Lisa Noviana, yang berperan sebagai pemantau kegiatan terkait dengan kerjasama FNF-Kementerian Hukum dan Ham. Beberapa hal penting yang menjadi catatan dalam rapat adalah, bahwa masyarakat NTT sangat membutuhkan pelatihan Ham, sehingga implementasi terkait dengan RANHAM maupun Kabupaten/Kota Peduli Ham dapat berjalan dengan baik. Selain itu juga sangat ditekankan, bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus melaporkan aksi Ham mereka, karena hal tersebut akan menentukan hasil penilaian criteria Kabupaten/Kota Peduli Ham. Dalam rapat juga disepakati, Permen Hukum dan Ham R.I No 34 tentang Kriteria Daerah Kabupaten/Kota Peduli HAM ditetapkan di tahun 2016 dan pelaksanaanya dilakukan di tahun 2017 dengan menggunakan data penilaian tahun sebelumnya (tahun 2016).

Rapat Koordinasi RANHAM 2017, Kabupaten Kota Peduli Ham, Hak Asasi Manusia, Pemenuhan Ham,
© FNF Indonesia

5. Bali

Rapat koordinasi dilaksanakan pada tanggal 27 Juli 2017, di kantor Gubernur Bali. Rapat bertujuan memberikan penjelasan teknis mengenai implementasi RANHAM berupa pelaporan aksi HAM triwulanan (B04, B06, B09, B12) dan memperkenalkan serta memberikan penjelasan teknis mengenai Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No. 35/2016 tentang Indikator Penilaian Kab/Kota Peduli HAM. Rapat koordinasi dihadiri oleh 35 peserta dari perwakilan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) khususnya Biro Hukum, Bappeda, dan Kesbangpol dari 9 Kab/Kota dan Pemda Provinsi di Provinsi Bali. Narasumber dalam rapat adalah Bapak Bambang Iriana Djajatmadja Direktur Diseminasi dan penguatan Ham, Ibu Sofia Alatas Kasubdit Kerjasama Dalam Negeri dan RANHAM Wilayah II. Kedua narsumber menyampaikan materi mengenai Evaluasi dan teknis Pelaporan Aksi Ham dan Permen No 34 tentang Kabupaten/Kota peduli HAM. Untuk Moderator, adalah Ibu Sutirah Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Bali. Rapat Koordinasi dibuka oleh perwakilan Gubernur Bali, Staf Ahli Bidang pembangunan dan Ekonomi, dan Plt. Kakanwil kemenkumham Bali, Keala Divisi Admiistrasi Kantor Wilayah Kemenkumham Bali. Beberapa catatan penting yang diperoleh dari hasil diskusi dalam rapat diantarany adalah :

 

  • Perlu ketegasan dan kepastian pendelegasian kewenangan dan kepanitiaan di daerah sehingga tidak terjadi miskomunikasi dan tumpang tindih penugasan. Peran Pemda Provinsi (Biro Hukum) dan Kanwil Kemenkumham diharapkan mampu menjembatani.
  • Perlu diperjelas mana perda yang sudah dan belum berperspektif HAM. Adakalanya Perda yang dianggap belum berperspektif HAM itu pada dasarnya menghormati adat atau nilai lokal setempat atau sebaliknya, sehingga perlu tercapai kesepakatan.
  • Kurang bertajinya Perpres 75/2015 sehingga kurang serius penanganannya terutama di daerah. RANHAM seringkali dianggap sebagai beban tambahan di OPD, padahal sesungguhnya aspek-aspek RANHAM sudah melekat di tupoksi mereka sehingga perlu sosialisasi yang lebih mendalam.
  • Perlunya pelibatan DPRD dalam rapat RANHAM agar bisa memperoleh dukungan anggaran khusus. Masalah klasik yang terjadi selama ini, yaitu kurangnya dukungan dana untuk RANHAM disebabkan tidak adanya persetujuan atau pengetahuan DPRD tentang RANHAM.
  • Banyak Kab/Kota di Provinsi Bali yang pelaporannya seharusnya bukan merah karena tidak peduli terhadap aksi HAM tapi karena belum bisa menyampaikan pelaporan yang memadai/belum dipahami detil teknisnya. Oleh karena itu perlu kiranya pengadaan ToT (training of trainer) untuk mengatasi hal tersebut dan juga agar terjadi kesamaan persepsi di semua lini. Namun demikian ini akan memerlukan biaya tambahan sehingga penting untuk merangkul DPRD (sebagaimana poin sebelumnya)
  • Dalam pencatatan instansi di Bali yang bertanggung jawab terkait poin-poin yang tertulis dalam matriks indikator pelaksanaan Kab/Kota Peduli HAM ada beberapa penyesuaian:
  • Kolom Setda dan Biro/Bagian Hukum sebaiknya dilebur (karena penanggung jawab di Setda adalah Biro/Bagian Hukum).
  • pegawai baru (hak atas pekerjaan) menjadi wewenang Badan Kepegawaian Daerah (BKD), bukan di Biro/Bag Hukum.
  • Penanggung jawab indikator dapat disesuaikan dengan kondisi Kab/Kota setempat.

 

Rapat Koordinasi RANHAM 2017, Kabupaten Kota Peduli Ham, Hak Asasi Manusia, Pemenuhan Ham,
© FNF Indonesia

6. Medan

Rapat Koordinasi di Medan dilaksanakan pada tanggal 09 Agustus 2017, dan dihadiri 70 peserta dari 33 Kab/Kota yang ada di Provinsi Sumatra Utara. Rapat Koordinasi dibuka oleh Kepala Biro Hukum sebagai perwakilan Gubernur Sumatra Utara, dan Program Officer FNF. Narasumber dalam Rapat Koordinasi adalah Direktur Informasi HAM dengan materi Program Kab/Kota Peduli HAM dan Kasi Kerja Sama Dalam Negeri dan RANHAM wilayah IA dengan materi Evaluasi Aksi HAM. Hal-hal yang dibahas dalam rapat koodinasi:

  • Bahwa Aksi HAM dan Kriteria Kab/Kota Peduli HAM adalah dua kegiatan yang berbeda;
  • Mengenai Aksi HAM yang dilaporkan, apabila tidak ada data terkait diharapkan tetap melaporkan dengan memberikan surat keterangan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dan dilampirkan sebagai data dukung dan dilaporkan melalui aplikasi website KSP;
  • Ketidaktahuan tentang adanya program Aksi HAM dan Kriteria Kab/Kota Peduli HAM, dikarenakan perubahan struktur organisasi daerah sehingga perlu penjelasan secara menyeluruh;
  • Ketegasan dan kepastian pendelegasian tugas antara Biro hukum dengan Bappeda di daerah;
  • Terkait indikator Kartu Identitas Anak (KIA) usia 0-17 Tahun, belum seluruh daerah dapat menerapkannya, karena hanya baru 8 Kab/Kota yang sudah menerapkan KIA Kabupaten Bantul, Bangka Tengah, Kota Yogyakarta, Surakarta, Malang, Balikpapan, Pangkal Pinang, dan Kota Makassar) dan hanya50 Kab/Kota yang baruakan menerapkanpada tahun 2017Kabupaten Bener Meriah, Tebo, Muko Muko, Ogan Komering Ulu Timur, Belitung Timur, Temanggung, Blora, Kendal, Wonogiri, Purworejo, Kulonprogo, Trenggalek, Jembrana, Alor, Sekadau, Lamandau, Kapuas, Hulu Sungai Selatan, Penajam Paser Utara, Bulungan, Buol, Sinjai, Konawe, Gorontalo, Polewali Mandar, Maluku Tenggara, Halmahaera Tengah, Fakfak, Kota Subulussalam, Tebing Tinggi, Tanjung Balai, Solok, Padang Panjang, Dumai, Metro, Tanjung Pinang, Cilegon, Cimahi, Tegal, Magelang, Salatiga, Kediri, Mojokerto, Blitar, Probolinggo, Mataram, Bontang, Tomohon, Gorontalo, dan Kota Jayapura. sesuaiketetapan dariDirektorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negerimenjadi percontohan di seluruh Indonesia;
  • Terkait indikator pemakaman, bahwa di beberapa daerah meskipun Pemda sudah menyiapkan lahan pemakaman namun ada kearifan lokal yang memakamkan seluruh keluarga besarnya dalam (1) satu lahan komplek pemakaman keluarga besarnya. Bahkan beberapa keluarga memindahkan pemakaman keluarganya dari TPU ke lahan komplek pemakaman keluarga besarnya;
  • Terkait dengan indikator ketersediaan RSUD, daerah Kota Gunung Sitoli merupakan pemekaran dari daerah Kab. Nias. Sehingga RSUD yang berada di KotaGunung Sitoli merupakan aset dari Kab. Nias, namun seluruh penduduk di KotaGunung Sitoli masih dilayani berobat di RSUD tersebut. Hal ini juga terjadi di beberapa daerah pemekaran lainnya;
  • Terkait dengan indikator produk hukum  daerah mengenai ketenagakerjaan dan ketersediaan Balai Latihan Kerja (BLK) beberapa daerah pemekaran mengalami kesulitan. Hal tersebut disebabkan daerah pemekaran tersebut belum mempunyai produk hukum daerah terkait ketenagakerjaan, mengingat daerah tersebut merupakan daerahpertaniandan tidak mempunyai perusahaan maupun kawasan industri. Demikian juga ketersediaan BLK, beberapa daerah pemekaran juga belum mempunyai BLK. Namun daerah tersebut mempunyai dana pelatihan tenaga kerja, yang peserta pelatihannya dititipkan di BLK daerah lain yang memiliki BLK.
Rapat Koordinasi RANHAM 2017, Kabupaten Kota Peduli Ham, Hak Asasi Manusia, Pemenuhan Ham,
© FNF Indonesia

7. Serang

Rapat koordinasi di Serang dilakasnakan pada tanggal 23 Agustus 2017, dihadiri 67 peserta dari peserta dari perwakilan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD), universitas, maupun media dari 8 Kabupaten/Kota di Banten. Tujuan rapat adalah memberikan penjelasan teknis mengenai implementasi RANHAM berupa pelaporan aksi HAM triwulanan, khususnya bagi stakeholders di Provinsi Banten dan memperkenalkan dan memberikan penjelasan teknis mengenai Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No. 35/2016 tentang Indikator Penilaian Kabupaten/Kota Peduli HAM, khususnya bagi stakeholders di Provinsi Banten. Sambutan acara pembukaan rapat dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah kementerian Hukum dan Ham Banten, Program Officer FNF, Kepala Biro Hukum Pemprov Banten, dan juga sambutan arahan dari Direktur Jenderal Ham, Kementerian Hukum dan Ham. Narasumber dalam rapat yaitu Direktur Kerja Sama HAM, Bp. Arry Ardanta Sigit dengan materi Evaluasi dan Teknis Pelaporan Aksi HAM dan Kasi KDN dan RANHAM Wilayah IIC, Bp. M. Dimas Saudian dengan materi Program Kabupaten/Kota Peduli HAM. Sedangkan moderator adalah Kepala Bidang HAM Kanwil Banten, Bp. Pensra. Rapat Koordinasi juga dihadiri pemantau dari Biro Humas, Hukum, dan Kerjasama ibu Neni Lusiani. Berikut adalah poin-poin yang menjadi catatan penting sebagai hasil diskusi dalam rapat koordinasi di Serang:

  • Diperlukan kepastian dan persamaan persepsi mengenai data dukung dalam penginputan data dukung terkait kabupaten/kota peduli HAM. Salah satu problematika yang timbul di Banten adalah tidak adanya jumlah rumah sakit yang mencukupi pada satu kab/kota, namun kesehatan masyarakat tetap bisa terpenuhi karena masyarakat tetap bisa berobat ke rumah sakit provinsi.
  • Tenggat waktu penyampaian juga menjadi pembahasan dalam diskusi kali ini sehingga banyak wakil dari kabupaten/kota yang menanyakan kepastian tenggat waktu penyampaian data dukung kabupaten/kota peduli HAM.
  • Data mengenai APBD yang dijadikan acuan untuk pengisian aksi HAM dan kabupaten/kota peduli HAM adalah APBD baik langsung maupun tidak langsung.
  • Apabila ada suatu data dukung yang dimiliki oleh beberapa dinas tertentu, maka diharapkan penyampainnya adalah data dukung dari dinas atau instansi yang memiliki tanggung jawab terhadap criteria dimaksud
  • Jika data RANHAM tidak ada perubahan atau sudah dipenuhi sampai dengan bulan terakhir (misalnya, B09) maka data B12 yang disampaikan tidak usah dibuah, namun diberi keterangan juga bahwa capaian sudah terpenuhi sejak B09.
  • Perlunya pelibatan DPRD dalam rapat RANHAM agar bisa memperoleh dukungan anggaran khusus. Masalah klasik yang terjadi selama ini, yaitu kurangnya dukungan dana untuk RANHAM disebabkan tidak adanya persetujuan atau pengetahuan DPRD tentang RANHAM.

 

 

 

Rapat Koordinasi RANHAM 2017, Kabupaten Kota Peduli Ham, Hak Asasi Manusia, Pemenuhan Ham,
© FNF Indonesia

8. Bandung

Pada tanggal 24 Agustus 2017 dilaksanakan Rapat Koordinasi di Bandung, dengan jumlah peserta 38 orang. Peserta merupakan perwakilan dari 12 Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Tujuan dari Rapat Koordinasi adalah emberikan penjelasan teknis mengenai implementasi RANHAM berupa pelaporan aksi HAM triwulanan dan memperkenalkan dan memberikan penjelasan teknis mengenai Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No. 35/2016 tentang Indikator Penilaian Kab/Kota Peduli HAM. Rapat dilaksanakan di Gedung Sate Bandung, dan dibuka oleh Setda Jawa Barat, Program Assitant FNF, dan Kadiv Yankumham Kanwil Kemenkumham Jawa Barat. Narasumber dalam rapat yaitu Kasubdit Kerja Sama Dalam Negeri & RANHAM Wilayah I, Ibu Dyah Windajani Darmono  dengan materi Pelaporan Aksi HAM Triwulanan Kab/Kota dan Kasi Kerja Sama Badan Khusus PBB dan Organisasi Internasional Ibu Novie Soegiharti dengan materi Program Kab/Kota Peduli HAM. Pada bagian terakhir acara diadakan simulasi mengenai Program Kab/Kota Peduli HAM dengan narasumber yang berisi penjelasan teknis dan tanya jawab lebih mendalam mengenai matriks isian Program Kab/Kota Peduli HAM sesuai Permenkumham No. 35/2016. Sedangkan moderator adalah Kabag Hukum Jabar Bp. Yusuf Supriatna, Kasubbag HAM Biro Hukum Provinsi Jawa Barat.

Berikut adalah beberapa hal penting yang menjadi catatan dalam rapat koordinasi:

  • Kurang adanya koordinasi yang baik antara Bagian Hukum maupun Bappeda terkait pembagian tugas dan kewenangan.
  • Beberapa Kab/Kota mengaku masih belum memiliki password untuk akses web KSP (hilang/tidak ditemukan) sehingga tidak bisa melaporkan aksinya.
  • Perubahan organisasi (dinas yang digabung atau dipecah) mengakibatkan kesulitan pengumpulan data karena mau tidak mau mengakibatkan perubahan instansi penanggung jawab penyimpan data tersebut.
  • Tidak adanya sistem reward/punishment menghambat kesungguhan beberapa daerah terhadap komitmen pelaporan aksi HAM.

 

Rapat Koordinasi RANHAM 2017, Kabupaten Kota Peduli Ham, Hak Asasi Manusia, Pemenuhan Ham,
© FNF Indonesia

9. Lombok

Rapat Koordinasi di Lombok, dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2017. Rapat dihadiri oleh 35 peserta dari 10 kab/kota (1 Kota dan 9 kabupaten) yang ada di Provinsi NTB, yaitu  Bagian Hukum dan Bappeda. Rapat dibuka oleh Kepala Kantor Wilayah kementerian Hukum dan Ham NTB, Sekretaris Daerah Provinsi NTB dan Program Assitant FNF Indonesia. Narasumber dalam rapat yaitu Kasubdit Kerja Sama Luar Negeri dengan materi Evaluasi Aksi HAM dan Kasi Penyiapan Instrumen Hak Ekosob dengan materi Program Kab/Kota Peduli HAM. Dalam rapat dilakukan simulasi mengenai Program Kab/Kota Peduli HAM dengan narasumber Staf Kerja Sama Dalam Negeri dan RANHAM wilayah IA. Acara tersebut diisi dengan penjelasan dan tanya jawab lebih mendalam mengenai matriks isian Program Kab/Kota Peduli HAM sesuai Permenkumham No. 34/2016. Selain itu peserta juga diberikan bimbingan teknis aplikasi Kriteria Kab/Kota Peduli HAM kepada Bidang HAM Kanwil Kemenkumham Provinsi NTB. Berikut adalah beberapa hal penting yang dibahas dalam Rapat Koordinasi di NTB:

  • Bahwa Aksi HAM dan Kriteria Kab/Kota Peduli HAM adalah dua kegiatan yang berbeda;
  • Mengenai Aksi HAM yang dilaporkan, apabila tidak ada data terkait diharapkan tetap melaporkan dengan memberikan surat keterangan yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dan dilampirkan sebagai data dukung dan dilaporkan melalui aplikasi website KSP;
  • Beberapa indikator dalam Kriteria Kab/Kota Peduli HAM menurut peserta tidak ada datanya. Kemudian disampaikan bahwa cukup diberikan catatan untuk kemudian dilaporkan ke Ditjen HAM sebagai bahan evaluasi.
  • Persamaan persepsi diperlukan dalam mengartikan indikator dalam KKP HAM. Misal dalam:
  • Hak atas pekerjaan, apakah yang diperlukan data Tenaga Kerja (TK) yang ada di Balai Latihan Kerja (BLK) atau TK di dalam satu kabupaten/kota tersebut;
  • Hak atas Kependudukan, apakah yang dimaksud peralatan yang dimiliki oleh kantor dinas terkait atau bentuk layanan yang diberikan oleh dinas tersebut
  1. Jika ada program Kabupaten/Kota terkait Hak Asasi Manusia yang tidak termasuk ke dalam kriteria KKP HAM dapat dilaporkan juga sebagai nilai tambah karena dalam proses penilaian, Tim Penilai dapat menambahkan (dan atau mengurangkan) sebesar 10 poin jika ada inovasi yang dilakukan kabupaten/kota untuk memajukan penegakan HAM di daerahnya;
  2. Adanya ketidaktahuan akan program Aksi HAM dan Kriteria Kab/Kota Peduli HAM dikarenakan perubahan struktur organisasi daerah (OPD), sehingga perlu penjelasan secara menyeluruh;
  3. Ketegasan dan kepastian pendelegasian tugas antara Biro hukum dengan Bappeda di daerah termasuk pemegang akun pelaporan yang jelas dan tercatat agar ketika terjadi perubahan OPD pemegang akun, tetap dapat melaporkan sesuai waktunya (akun tidak hilang);
  4. Usulan lain dari peserta agar di awal tahun diadakan Rakor terkait KKP HAM untuk Pemerintah Daerah sebagai pengingat dimulainya pengumpulan data KKP HAM dan persamaan persepsi terkait indikator kriteria.

 

Rapat Koordinasi RANHAM 2017, Kabupaten Kota Peduli Ham, Hak Asasi Manusia, Pemenuhan Ham,
© FNF Indonesia

10. Manado

Rapat Koordinasi di Manado dilaksanakan pada tanggal 29 Agustus 2017. Peserta dalam rapat koordinasi berjumlah 36 peserta, dari dari perwakilan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) khususnya Biro Hukum, Bappeda, dan Kesbangpol dari 12 Kab/Kota dan Pemda Provinsi di Provinsi Sulawesi Utara. Pembukaan rapat dimulai dengan sambutan dari Kepala kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Ham Sulwase Utara, dan sambutan dari Program Officer FNF Indonesia. Rapat Koordinasi di manado bertujuan memberikan penjelasan teknis mengenai implementasi RANHAM berupa pelaporan aksi HAM triwulanan (B04, B06, B09, B12) dan memperkenalkan dan memberikan penjelasan teknis mengenai Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No. 35/2016 tentang Indikator Penilaian Kab/Kota Peduli HAM.

Narasumber yang mengisi yaitu Kepala Subdirektorat Kerja Sama dalam Negeri dan RANHAM Wilayah 2, Ibu Sofia Alatas, SH, CN dengan materi mengenai Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 34 tahun 2016 tentang Kab/Kota Peduli HAM, dan Kasi Kerja Sama dalam Negeri dan RANHAM Wilayah 2B, Ibu Relly Listriyana Susan, SH dengan materi Evaluasi dan Teknis Pelaporan Aksi HAM. Sedangkan bertindak sebagai moderator adalah Kepala Bidang HAM Kanwil Kemenkumham Sulawesi Utara, Bapak Reba Paputungan, S.IP, M.Si.

Berikut dalah poin-poin penting yang didapat dari hasil diskusi dalam rapat koordinasi di Manado:

  • Adanya penjelasan mengenai produk hukum daerah yang akan dilaporkan menjadi aksi HAM daerah, apakah hanya dalam bentuk Peraturan Daerah saja atau boleh produk hukum lainnya
  • Sebaiknya peran Dinas Sosial di tiap Propinsi, Kota, dan Kabupaten lebih ditingkatkan karena sebagian besar Dinas sosial yang ada belum memahami mengenai perannya sebagai perpanjangan tangan dari Kementerian Sosial yang merupakan salah satu anggota Sekretariat Bersama RANHAM.
  • Data mengenai orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Dinas Sosial harus lah sama dengan data yang ada di Dinas Kesehatan
  • Pengaduan pelanggaran HAM yang terjadi di masyarakat terkadang dilakukan secara lisan saja sehingga data mengenai pengaduan tersebut tidak tercatat di pemerintah kabupaten/kota
  • Pembangunan infrastruktur di Propinsi Sulawesi Utara dari sisi kuantitas agak kurang dan hal tersebut mengakibatkan pengurangan terhadap penilaian Kabupaten/Kota Peduli HAM (KKP HAM), contohnya pembangunan RSUD. Hal tersebut dapat tetap dilaporkan tetapi diberikan keterangan di data dukung dengan alasan yang jelas misalnya karena keterbatasan anggaran.
  • Kriteria penilaian yang belum jelas, misalnya jumlah dokter yang dibiayai oleh APBD sangat sedikit tetapi untuk jumlah dokter yang dibiaya oleh swasta jumlahnya lebih banyak, apakah hal tersebut dapat ikut mempengaruhi penilaian KKP HAM.
  • Tenaga medis (dokter dan perawat) yang dimasukan ke dalam penilaian KKP HAM adalah yang dibiayai oleh APBD walaupun statusnya hanya kontrak bukan PNS
  • Selanjutnya untuk perekrutan tenaga kerja bagi penyandang disabilitas tidak harus data yang da di tahun berjalan tetapi bisa juga disebutkan untuk data di tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat disebutkan di dalam data dukung
  • Untuk produk hukum yang berhubungan dengan kesehatan tidak harus yang berkaitan langsung dengan kesehatan tetapi bisa dengan produk hukum yang berkaitan dengan itu, misalnya tentang kawasan merokok
  • Penilaian antara kabupaten dan kota disamakan padahal untuk luas daerah, jumlah sumber daya manusia yang terbatas, dan pembangunan infrastruktur yang berbeda jauh antara kabupaten dan kota.