DE

Perubahan Iklim
Cerita dari Diskusi Publik Transportasi Daring dan Mobilitas Cerdas

FNF Indonesia Smart Mobility Discussion
Berlin Oberbaumbrücke © Photo by engel.ac on Adobestock

Sabtu 22 Juli, Suara Kebebasan bekerjasama dengan FNF Indonesia, kami mengadakan Ngopi Sore yang ketujuh. Tajuk acara kali ini tentang evaluasi kebijakan transportasi online dari sudut pandang pelaku dan pengamat kebijakan publik. Selain itu, kami hadirkan pula bahasan tentang mobilitas cerdas sebagai prasyarat upaya mengurangi efek perubahan iklim di daerah perkotaan. Acara ini menghadirkan empat pembicara diantara: Lantip Prakoso (pelaku bisnis transportasi daring), Rofi Uddarojat (Editor Pelaksana Suara Kebebasan dan peneliti IMPACT), Diovio Alfath (Climate Institute) dan Ingo Hauter (FNF Indonesia), sekitar 50 orang hadir sore itu di sebuah Café di bilangan pusat Jakarta.

Pembicara pertama Lantip Prakoso memaparkan perubahan terbaru Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2016 (Permenhub 32/2016) telah lebih memberi kepastian bagi pelaku bisnis transportasi daring, di mana Ia memiliki beberapa buah mobil yang menjadi mitra perusahaan transportasi on line. Baginya, sebelas poin dalam Permenhub 32/2016 dinilai lebih baik ketimbang peraturan sebelumnya. Walaupun masih ada kekurangan dari aspek perpajakan namun pada dasarnya konsumen tetap memperoleh kebebasan dalam memilih moda angkutan yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Sementara itu bagi Rofi Uddarojat, dengan potensi pasar masyarakat komuter di Jakarta yang mencapai 2,43 juta orang per hari, maka kehadiran transportasi online menjadi keniscayaan. Ditambah lagi, tingkat penetrasi taksi di kota Jakarta terendah hanya 1,4 kali. Angka ini paling rendah ketimbang Hongkong (2.5 kali), Singapura (5.3 kali), dan Bangkok (10.2 kali). Hongkong dan Singapura tercatat memiliki infrastruktur yang lebih baik ketimbang Jakarta dan Bangkok.

Dalam mengevaluasi Permenhub 32/2016, pandangan Rofi berbeda dari pelaku ekonomi berbagi di atas karena revisi Permenhub yang intinya menyasar tiga hal: (1). Pengaturan harga. (2). Pembatasan jumlah armada. (3). Konvensionalisasi jasa transportasi online. Menurut Rofi, kesebelas poin yang terdapat dalam Permenhub 32/2016 (lihat ilustrasi di bawah ini) masih memiliki semangat yang anti persaingan serta mempertahankan halangan masuk pasar (barrier to entry).

Tiga saran yang dipaparkan pembicara kedua ialah: kebijakan yang ditempuh sepatutnya tidak membatasi pilihan bagi penyedia jasa mapun konsumen, memperkuat kekuatan dari ekonomi berbagi, dan yang paling utama melakukan liberalisasi aturan-aturan yang using tentang transportasi daring. Demikian preskripsi dari peneliti Initiative for Market and Policy Action (IMPACT) saat menutup presentasinya. Sesi pertama ditutup dengan pertanyaan dari audiensi yang hadir.

Sesi kedua Ngopi Sore kali ini membahas tentang mobilitas cerdas (smart mobility) yang dibawakan oleh Ingo Hauter, program officer Perubahan Iklim FNF Indonesia. Ia membawakan perspektif historis kota-kota di dunia seperti Barcelona dengan konsep Superblock-nya, Amsterdam yang terkenal sebagai ibu kota sepeda (The Bicycle Capital), serta Medelin di Kolombia kota Cable Car.  Pada bagian akhir, presentasinya Ingo menawarkan solusi mengatasi kemacetan dengan pendekatan “mengelola permintaan” yang melengkapi penyediaan infrastruktur seperti jalan tol dalam kota, jalan layang non-tol, maupun perbaikan saran transportasi publik.

Diovio menyoroti kemacetan yang adalah kondisi kepadatan populasi tanpa fasilitas mobilitas. Berdasarkan TomTom Index dari produsen oli Castrol, kota Jakarta berada pada peringkat nomor tiga dibawah kota Meksiko dan Bangkok juara dalam soal kemacetan. Tingkat kemacetan di Jakarta mencapai 58% dari total waktu tempuh normal. Hari terjadi kemacetan paling parah – menurut indeks tersebut- adalah hari Rabu. Untuk itu, Ia menyarakan mobilitas cerdas dalam konsepsi kota cerdas (smart city) sebagai solusi kemacetan. Mengutip penelitian sebelumnya dari Kourtit, Karima dan Nijkamp: smart city merupakan konsep perencanaan kota dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang akan membuat hidup lebih mudah dan sehat dengan tingkat efisiensi dan efektivitas tinggi.

Sementara itu, mobilitas cerdas tidak lain dari suatu sistem pergerakan yang memungkinkan terjadinya pemenuhan kebutuhan dengan pergerakan seminim dan secepat mungkin (Cohen). Sesi kedua diakhiri dengan Tanya jawab dari audiensi yang hadir.