DE

Perubahan Iklim
Geography Days: Strategi Pertahanan Wilayah Pesisir Terhadap Pemanasan Global

FMIPA, Universitas Indonesia | 11 Oktober 2017
Pemateri Seminar
Pemateri dalam sesi Tanya Jawab (Ki-Ka : Bapak Drs. Sobirin M.Si - Dr. Hendricus Andy Simarmata) © FNF Indonesia

LATAR BELAKANG

Fakta geografis menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17.000 pulau sekaligus menjadi negara kepulauan terbesar dengan wilayah yurisdiksi laut sangat luas serta penduduk yang sangat beragam. Ancaman yang dihadapi Indonesia dapat berupa ancaman militer maupun ancaman non militer, sehingga kekuatan pertahanan diperlukan untuk menghadapi kedua jenis ancaman tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dewasa ini, pemanasan global (global warming) telah mengakibatkan perubahan iklim (climate change) di Indonesia. Kondisi ini ditandai dengan meningkatnya frekuensi hujan dengan intensitas sangat tinggi, ketidakpastian musim hujan dan musim kemarau, kenaikan muka air laut yang mengancam wilayah pesisir, serta munculnya berbagai bencana yang diakibatkan oleh iklim (climatic hazards).

Berdasarkan survei dan penelitian, perubahan iklim akan berdampak pada kenaikan permukaan air laut di Pantura antara 6-10 mm per tahun. Hitungan ini mengandung arti bahwa kota-kota di pesisir Pantai Utara Pulau Jawa, seperti Pekalongan dalam jangka waktu 100 tahun ke depan akan tergenang air laut hingga sejauh 2,1 km dari garis pantai, dan Kota Semarang akan mengalami hal yang sama sejauh 3,2 km dari garis pantai.

Wilayah pesisir dan laut akan menerima dampak kenaikan permukaan air laut, berupa hilangnya wilayah daratan dan perubahan garis pantai. Kondisi lingkungan yang semakin memburuk dapat meningkatkan kerentanan wilayah. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis risiko secara kuantitatif sehingga dapat dilakukan prioritas penanganannya dalam rangka mengurangi dampak negatif perubahan iklim di berbagai sektor kehidupan.

Hilangnya wilayah daratan dan perubahan garis pantai akibat kenaikan permukaan laut dapat menyebabkan masalah dalam menjaga keutuhan wilayah NKRI. Guna menghadapi ancaman tersebut, sangat diperlukan penyelenggaraan pertahanan negara yang mumpuni. Diperlukan pembangunan kekuatan dan kemampuan yang berkesinambungan khususnya untuk daerah pesisir. Dalam kaitanya dengan masalah yang dibahas dalam seminar ini, Perguruan Tinggi di Indonesia terutamanya yang memiliki studi bidang Geografi dan terapannya perlu mendapat tempat dan ruang yang optimal, khususnya dalam hal pemahaman peran geograf dalam pertahanan negara.

Pembukaan Seminar Geography Days 2017 oleh Coordinator Program FNF Indonesia, Ingo Hauter
Pembukaan Seminar Geography Days 2017 oleh Coordinator Program FNF Indonesia, Ingo Hauter © FNF Indonesia

TUJUAN DAN WAKTU PELAKSANAAN SEMINAR

Kegiatan   Seminar   yang   bertajuk   “Strategi   Pertahanan   Nasional   Dalam   Menghadapi Pemanasan Global Wilayah Pesisir Indonesia” ini dimaksudkan untuk:

a.   Mendukung program pemerintah dalam mengembangkan manusia di perguruan tinggi mempunyai karakter kebangsaan yang kuat, cinta tanah air dan perilaku yang lebih bermartabat

b.   Memberikan wawasan mengenai peran seorang geograf dalam bela negara

c.   Mengkaji isu-isu pola masyarakat pesisir yang terkena dampak perubahan iklim

Seminar ini dilaksanakan pada Kamis, 11 Oktober 2017, bertempat di Gedung B101 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, dimulai pada 13.00 s.d 16.30 WIB.

Peserta Seminar
© FNF Indonesia

PELAKSANAAN SEMINAR

Seminar  ini  mengundang  para  pembicara  dari  FNF  Indonesia  yaitu Dr. Hendricus Andy Simarmata dan  departemen  Geografi Universitas Indonesia yaitu  Drs. Sobirin M.Si. Selama acara berlangsung dipandu oleh moderator yaitu Adhitya Putra Lanae, M.Si. Peserta yang hadir dalam seminar hari ini berjumlah 190 orang yang berasal dari Sekolah Menengah Atas, Perguruan Tinggi dalam cakupan wilayah Jabodetabek.

HASIL SEMINAR

Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dari Sudut Pandang Geografer

Perubahan Iklim - Menurut Undang-Undang No. 31 tahun 2009, perubahan iklim merupakan fenomena berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak langsung, oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan. Sedangkan pada kenyataannya, terdapat pemahaman yang berbeda di masyarakat. Masyarakat memahami fenomena perubahan iklim sebagai ketidakteraturan musim. Perubahan iklim diartikan oleh petani yaitu terjadinya musim hujan dan kemarau yang sering tidak menentu sehingga mengganggu kebiasaan petani (pola tanam) dan mengancam hasil panen. Dari berbagai konsep perubahan iklim dari beberapa kalangan, dapat disimpulkan bahwa berubahnya pola  atau intensitas unsur iklim pada periode waktu tertentu yang dapat dibandingkan (terhadap rata-rata 30 tahun). Perubahan iklim berlangsung dalam waktu lama (slow pace) dan berubah secara lambat (slow onset).

Wilayah Pesisir - Wilayah pesisir memiliki batas buatan dan batas alami. Batas buatan berupa batas administratif dan batas alami berupa wilayah yang masih terpengaruh oleh laut. Contoh wilayah pesisir yang ada di Indonesia adalah wilayah pesisir utara Jawa dan wilayah pesisir selatan Jawa yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda. Wilayah pesisir biasanya menjadi area konsentrasi penduduk sehingga pada wilayah pesisir sering ditemukan pusat-pusat aktivitas manusia dan pusat-pusat kota

Pemanasan Global - Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi. Secara alami maupun artifisial, pemanasan global disebabkan oleh perubahan yang terjadi di muka bumi dan gejala-gejala yang terjadi  atmorfer. Pemanasan global juga menjadi penyebab  terjadinya  perubahan  iklim. Perubahan  energi  akibat  pemanasan  global  telah mengakibatkan perubahan siklus air yang mengarah pada perubahan iklim, seperti pada bagan berikut.

 

Selain itu, dari hasil penelitian juga telah menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan rata-rata suhu global mencapai 0,74oC dalam 100 tahun. Atau contoh lainnya adalah Jakarta. Perbandingan suhu udara maksimum di Jakarta yang terukur dari tahun 1901-1941 dengan tahun 196-1988 menunjukkan bahwa terjadi perubahan suhu udara maksimum yang lebih tinggi.

 

Selain adanya perubahan suhu, pemanasan global juga mengakibatkan adanya pergeseran musim. Di Jawa Barat misalnya, awal mulainya musim kemarau pada 2001-2010 lebih cepat daripada tahun 1971-2000.

 

Pariwisata Bahari - Cuaca/iklim dapat berdampak positif dan negatif pada sektor pariwisata , tergantung pada wilayah geografis, tipe landsekap dan jenis pariwisatanya (McEvoy, 2008). Aktivitas pariwisata (wisata bahari/ pantai) memiliki kerentanan tinggi terhadap kondisi cuaca/iklim ekstrim maupun perubahan iklim (UNWTO-UNEP-WMO 2008). Daerah tujuan wisata (DTW) di Indonesia sebagian besar berbasis pada pariwisata bahari (pantai), contohnya adalah Bunaken, Raja Ampat, Lombok, dan Belitung. Puncak  kunjungan wisatawan  asing ke DTW  bahari  pada bulan  Juli  dan  Desember, berkaitan erat dengan kondisi musim di negara asal wisatawan, bukan kondisi musim di Indonesia. Kondisi atmosfer dan lautan pada bulan Juli di DTW bahari Indonesia sangat mendukung dilakukannya berbagai atraksi wisata bahari yang mampu menfasilitasi kebutuhan wisatawan. Kondisi atmosfer dan lautan pada bulan Desember kurang mendukung bagi perkembangan pariwisata bahari di Indonesia, terutama angin kencang, frekuensi hujan, gelombang pasang tinggi dan endapan sampah laut yang cenderung semakin meningkat.

RESIKO IKLIM: MENGAPA KITA HARUS PEDULI

Kondisi ekstrim di masa lalu dapat merupakan kondisi umum di masa mendatang sehingga penanggulangan masalah sebelumnya mengurangi risiko bencana di masa mendatang. Penundaan penanggulangan masalah juga merupakan tabungan beban penanggulangan masalah di masa mendatang. Variabilitas iklim (terutama kejadian ekstrem) akan menjadi pendorong utama. Contohnya adalah Badai Mitch pada tahun 1999 yang mengubah ekonomi Honduras kembali ke 20 tahun yang lalu karena kerugian  yang dihasilkan mencapai 75% dari PDB. Peningkatan variabilitas iklim juga akan berdampak pada pertumbuhan jangka panjang karena sumber daya diperlukan untuk melakukan lindung nilai terhadap ketidakpastian ekonomi terkait iklim.

Peran Geograf - Geograf dapat berperan dalam meminimalisir dampak risiko iklim dengan cara analisis spasial 5 dimensi, penilaian risiko sosio-spasial, membuat profil wilayah risiko iklim, dan lain- lain. Sebenarnya dibutuhkan berbagai disiplin ilmu dalam mengurangi risiko iklim karena perlu iptek baru dan kebijakan tata ruang yang meningkatkan kualitas eko-antroposistem yang sesuai dengan ruang-waktu-kultural kepulauan tropis.

Yang sejauh ini Jakarta lakukan:

  • Normalisasi sungai - Namun normalisasi sungai dan kolam retensi menyebabkan perpindahan zat zonasi dan izin bangunan banjir yang tidak jelas.
  • Reklamasi pantai - Reklamasi Teluk Jakarta masih menjadi perdebatan hingga kini, karena pada dasarnya reklamasi dapat merusak ekosistem lingkungan.  

KESIMPULAN

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen risiko iklim yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan yang terburuk, menangani tekanan,memperbaiki metode dan alat untuk penilaian risiko, inter-disiplinaritas, menciptakan teknologi dan inovasi baru, mengubah pola pikir para pemangku kepentingan, dan perspektif ke depan.