DE

Perubahan Iklim
Ketepatan Konsep Smart City Dalam Pembangunan Kota

DYCC dan Climate Institue, Bogor, 18-20 Juli 2017
Workshop Politisi Muda 2017 - Smart City: "Solution or Trigger Problems?"
Peserta Workshop Politisi Muda 2017 - Smart City: "Solution or Trigger Problems?" © FNF Indonesia

Sebagaimana dilansir dari media Antara, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencanangkan gerakan menuju 100 Kota Pintar (Smart City) dengan membentuk 25 kota pintar di 25 kabupaten/ kota. Disebutkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, saat ini banyak kota berlomba-lomba membangun smart city.

Memang konsep pembangunan kota dengan pengedepanan Smart City sedang marak dibicarakan di kalangan pemerintahan di Indonesia. Maraknya pembahasan dan ide-ide ini berasal dari penilaian pemerintah atas kemampuan ide pembangunan smart city dalam mengatasi banyak masalah di tiap kota, baik kamacetan, keamanan warga kota, sampai penumpukan sampah. Penekanan pembangunan smart city dengan penggunaan teknologi dan informasi dalam kehidupan sehari-hari diharapkan menjadikan kota dapat melayani warga dan menghadirkan solusi bagi permasalahan di daerah.

Topik mengenai ketepatan konsep smart city dalam membangun sebuah kota inilah yang melatarbelakangi pelaksanaan lokakarya bertemakan “Smart City: Solution or Trigger Problems?” diselenggarakan oleh Friedrich Naumann Foundation bersama Democrat Youth Caucus on Climate dan Climate Institute pada 18-20 Juli 2017, bertempat di Royal Tulip Hotel Bogor. Lokakarya yang dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai latar belakang studi dan universitas di Indonesia yang telah melalui seleksi karya tulis diharapkan dapat menggali lebih dalam mengenai pandangan publik dan politisi akan ketepatan konsep smart city dalam pembangunan sebuah kota.

Hari Pertama diisi dengan Speed Dating, Pembukaan dari Climate Institute, FNF Indonesia, dan DYCC
Hari Pertama diisi dengan Speed Dating, Pembukaan dari Climate Institute, FNF Indonesia, dan DYCC © FNF Indonesia

Lokakarya diisi oleh tiga narasumber, diantaranya adalah Aang Jatmika sebagai perwakilan Jakarta Smart City, Diovio Alfath sebagai perwakilan dari Climate Institute, dan M. Husni Thamrin sebagai perwakilan dari Partai Demokrat.

Dalam sesinya, Aang Jatmika memaparkan indikator kesuksesan Institusi Jakarta Smart City, disebutkan bahwa secara fundamental JSC mencoba merealisasikan enam pilar penting dalam pembangunan kota pintar di Jakarta; yakni terkait people (manusia), governance (pemerintahan), economy (ekonomi), living (kehidupan), mobility (mobilitas), dan environment (lingkungan). Disebutkan bahwa kerjasama diantara pihak pemerintah, swasta, dan publik adalah sebuah keharusan untuk menjamin keberhasilan smart city.

Presentasi Jakarta Smart City oleh Pembicara Aang Jatmika
Presentasi Jakarta Smart City oleh Pembicara Aang Jatmika © FNF Indonesia

Pada aspek smart people, dikeluarkannya Kartu Jakarta Pintar diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi warga Jakarta dalam transaksi elektronik dan dapat membantu dalam pengumpulan data untuk analisis  pola kegiatan pemilik KJP. Pada aspek smart governance, JSC melakukan terobosan teknologi dengan sistem pengaduan Qlue yang dapat digunakan oleh publik dan pelayan publik secara efektif dan memangkas waktu birokrasi pelayanan keluhan. Pada aspek smart economy, kerjasama dilakukan dengan Tokopedia dan Zomato dengan fokus sektor UMKM di Indonesia. Pada aspek smart living, JSC menjalankan tugasnya dengan menintegrasikan sistem CCTV di Jakarta yang digunakan untuk pemantauan. Pada aspek smart mobility, kerjasama dilakukan oleh pihak JSC dengan pihak Transjakarta dan TRAFI sehingga data yang dimiliki mitra dalam digunakan oleh JSC untuk menganalisis pola penggunaan transportasi umum yang berguna bagi pengembangan kebijakan dan perencanaan tata kota. Pada aspek environment, realisasi kota layak huni didukung oleh manajemen sumber daya alam, pembangunan green building yang ramah lingkungan.

Jakarta Smart City
Jakarta Smart City © FNF Indonesia

Sesi berikutnya dibawakan oleh Diovio Alfath membahas mengenai Smart Mobility: A Gap Between Technology and Reality. Dalam pemaparannya, pertama-tama dijelaskan mengenai konsep smart mobility, bahwa ini adalah berkaitan dengan sistem pergerakan yang memungkinkan terjadinya pemenuhan kebutuhan dalam pergerakan seminim mungkin dan secepat mungkin. Dalam paparannya disebutkan bahwa salah satu bentuk penggunaan teknologi dalam smart mobility adalah penggunaan transportasi online, namun terdapat hambatan perkembangan transportasi online di Indonesia yaitu ketidaksiapan orang Indonesia dalam menghadapi kompetisi yang dihadirkan oleh transportasi online.

Presentasi Diovio Alfath sebagai perwakilan Climate Institute
Presentasi Diovio Alfath sebagai perwakilan Climate Institute © FNF Indonesia

Dari sesi tanya-jawab, muncul komentar menarik dari peserta lokakarya, yaitu mengenai fokus digital pada smart city yang tidak diimbangi dengan kepintaran dari warga di kota dimana smart city dicanangkan. Disebutkan bahwa memang diperlukan sosialisasi dan edukasi agar terjadi perubahan paradigma dari warga untuk dapat menyikapi persoalan yang ada, hal ini diharapkan dapat membangun disiplin dalam bermobilitas sehingga meningkatkan efektivitasnya. Hal ini dikarenakan pada hakekatnya, smart city sulit  berjalan jika tidak memiliki komponen smart people di dalamnya.

Narasumber pada sesi ketiga yaitu M. Husni Thamrin sebagai perwakilan dari Partai Demokrat menyampaikan apresiasinya pada keberadaan dan keberhasilan Qlue di Jakarta. Dari aplikasi Qlue, dapat dikatakan bahwa smart city dapat terealisasikan dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam pemerintahan, dan komitmen aparat pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan yang telah disampaikan pada aplikasi pelaporan tersebut.

Presentasi M. Husni Thamrin sebagai perwakilan dari Partai Demokrat
Presentasi M. Husni Thamrin sebagai perwakilan dari Partai Demokrat © FNF Indonesia

Berkaitan dengan pembentukan smart city, pembicara menyampaikan kritiknya mengenai keperluan pola pikir kritis dari tiap-tiap pemerintah daerah, bahwa tiap-tiap daerah memiliki permasalahan kotanya masing-masing sehingga tidak tepat jika smart city hanya dilaksanakan dengan konsep “copy-paste” tanpa memperhatikan faktor keberlanjutannya. Disebutkan bahwa smart city bukanlah sebatas mengenai Command Center dan aplikasi pendukung, namun pertama-tama pemahaman menyeluruh mengenai konsep smart city haruslah dimiliki oleh tiap pemimpin daerah sehingga teknologi yang dibuat dapat digunakan sebaik dan seefektif mungkin. Tiap pemimpin daerah harus berpikir maju dalam meningkatkan kesejahteraan warganya. Pembangunan smart city haruslah menjawab permasalahan kotanya, sehingga setiap pemimpin daerah dan partai politik harus dapat berpikir lebih pintar dalam menghadirkan solusi yang berkelanjutan.

Presentasi Policy Reccomendation
Presentasi Policy Reccomendation © FNF Indonesia

Lokakarya di akhiri dengan sesi presentasi policy recommendation pada hari ketiga setelah sehari sebelumnya, peserta dibagi ke dalam tiga kelompok  isu, yaitu smart living, smart mobility, dan smart environment. Ketiga kelompok diberikan waktu untuk menggali ide-ide kreatif dan innovatif mengenai isu terkait. Contoh kasus sukses akan ide smart city, besarnya kemungkinan realisasi ide dan nilai manfaat yang diberikan menjadi tiga fokus utama dalam penulisan rekomendasi ini. Diharapkan penulisan policy recommendation ini dapat mendorong tumbuhnya kesadaran pemerintah dan kepala daerah akan besarnya manfaat smart city dan pengedepanan kesadaran lingkungan dalam membangun kotanya.