Keberagaman
Kolaborasi Kunci Jurnalis Kampus Jawa Barat Memperkuat Kebebasan Beragama dan Toleransi
Kebebasan sipil mengalami kemerosotan karena praktik intoleransi yang tak pernah surut dan makin bertambahnya kebijakan ataupun aturan diskriminatif yang menunggangi arus konservatisme publik Indonesia.
Kesimpulan ini disampaikan Manajer Program Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad di hadapan kalangan jurnalis kampus Jawa Barat saat memaparkan materi tentang prinsip kebebasan beragama dalam workshop SEJUK yang digelar di Kota Bandung (7/6). Dengan mengacu pada hasil-hasil riset, peneliti SMRC ini melihat intoleransi menjadi ancaman kebebasan di tengah fakta keberagaman.
Perbedaan pandangan dan keyakinan harus dihormati agar setiap orang dapat menikmati kebebasan. Standar nilai seseorang atau kelompok tertentu, menurut lulusan program master Public Policy di Australian National University (ANU) ini, tidak bisa digunakan untuk mengukur keyakinan, kepercayaan atau pandangan orang lain.
“Keyakinan seseorang tidak boleh menjadi dasar untuk merampas hak-hak dan kebebasan orang lain yang dianggap berbeda, sesat atau menyimpang,” tegas Saidiman yang turut mendirikan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) pada tahun 2008.
Maka, sambung Saidiman, dalam diskursus pluralisme nilai (value pluralism), incommensurability adalah landasan yang harus dimajukan agar satu pandangan tertentu tidak dibandingkan apalagi dihakimi oleh pandangan lainnya sebagai yang paling baik dan benar.
Di tengah realitas yang bineka, menghargai dan merayakan perbedaan pandangan atau keyakinan menjadi mutlak agar tidak terjadi penindasan atas kebebasan orang.
“Setiap orang harus terbebas dari ancaman, tekanan, dan kekerasan orang lain,” ujar Saidiman yang menawarkan gagasan negative liberty-nya Isaiah Berlin kepada 22 jurnalis kampus dari Cirebon, Tasikmalaya, Garut, Depok, dan Bandung.
Jurnalisme Keberagaman untuk Media Kampus
Karena itu, sebagai jurnalis kampus, ketika terjadi konflik atau intoleransi dan diskriminasi yang menimpa kelompok marginal, jurnalisme keberagaman mendorong ruang pemberitaan yang lebih banyak bagi kelompok yang rentan, kalangan korban yang hak dan kebebasannya dirampas. Hal ini dimajukan oleh Direktur SEJUK Ahmad Junaidi, yang akrab disapa Alex.
“Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman (PPIK) Dewan Pers yang mendasarkan pada jurnalisme keberagaman menuntut jurnalis mengutamakan kemanusiaan dengan memperhatikan kelompok rentan,” papar Junaidi dalam Workshop dan Beasiswa Liputan: Mengembangkan Ruang Aman Keberagaman Orang Muda Lewat Karya Jurnalistik untuk Jurnalis Kampus di Jawa Barat—kegiatan kerja sama SEJUK dengan LPM Suaka UIN Bandung yang didukung oleh Friedrich-Naumann-Stiftung für die Freiheit (FNF) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
“Media tidak boleh netral. Dalam memberitakan kasus-kasus diskriminasi, media harus memihak kepada mereka yang rentan,” tandas dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universutas Tarumanagara (Untar).
Prinsip dan skill atau teknik jurnalisme yang mengetengahkan kelompok marginal dan perempuan disampaikan lebih rinci oleh Feby Indirani (penulis ‘Bukan Perawan Maria’ dan mantan jurnalis Tempo) dan Shinta Maharani (Ketua Bidang Gender, Anak dan Kelompok Marginal AJI Indonesia). Sedangkan materi HAM Kebebasan Beragama diampu Daniel Awigra, Executive Director Human Rights Working Group (HRWG). Goenawan, produser dan jurnalis TV senior di banyak platform, membekali para peserta dengan skill dasar videografi dan mobile journalism isu keberagaman.
“Di sini saya mendapatkan banyak ilmu jurnalistik. Ini pengalaman dan pemahaman baru cara meliput dan mengutip narasumber ketika memberitakan kasus-kasus intoleransi dan diskriminasi,” ungkap Dalpa Waliatul Maula dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Latar ISIF Cirebon.
Para peserta jurnalis kampus dari Cirebon, Tasikmalaya, dan Garut merasa mendapatkan pendalaman pengetahuan seputar jurnalistik karena, menurut mereka, media-media kampusnya belum banyak terpapar jurnalisme keberagaman.
Pada Minggu pagi, 22 peserta dibagi menjadi 5 kelompok untuk masing-masing turun berkunjung ke beberapa lokasi: Masjid Mubarak sekaligus markas Ahmadiyah Bandung, Gereja Kristen Indonesia Maulana Yusuf, komunitas Syiah yang berhimpun di Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), organisasi disabilitas Bandung Independent Living Center (BILiC), dan Perkumpulan Puzzle Indonesia yang mengadvokasi HIV dan AIDS. Kunjungan ke komunitas-komunitas marginal di Bandung ini bertujuan untuk membangun perjumpaan atau dialog dengan yang berbeda sekaligus praktik memproduksi liputan keberagaman.
Sementara itu, Dela Srilestari yang berasal dari Toraja dan aktif di Suara Mahasiswa (SUMA) Universitas Indonesia, Depok, terus menaruh harapan agar kehidupan yang toleran serta menghargai perbedaan dapat terbangun melalui usaha-usaha pemberitaan keberagaman.
“Di tempat saya, Toraja, saat ada pembangunan masjid, orang-orang Kristen membantu. Tapi di sini, terutama di Jawa Barat atau Banten, mengapa (orang Islam) tidak menerima kami? Mengapa orang-orang Kristen di Cilegon sulit mendirikan gereja?” kata Dela mengingatkan para koleganya di LPM untuk tidak lelah menyuarakan prinsip-prinsip kebebasan beragama.
Refleksi Dela menguatkan inisiatif dari para peserta untuk membangun kolaborasi antar-LPM sebagai keberlanjutan dari workshop yang digelar pada 7-10 Juni 2024 ini. Dengan harapan, semangat keberagaman dan inklusi dapat terus menjadi napas jurnalis muda. Selain dengan SEJUK, kalangan pers mahasiswa juga bisa bekerja sama dengan AJI Bandung maupun media-media lokal seperti Bandung Bergerak, Gentra Priangan (untuk wilayah Tasikmalaya dan Garut), dan lain-lain, dalam meningkatkan kolaborasi dalam meliput isu-isu keberagaman.
Beasiswa Liputan Keberagaman
Proses workshop jurnalis kampus ini memberikan kesempatan bagi setiap peserta untuk mempresentasikan (pitching) proposal liputan keberagaman mereka. Dari 22 proposal yang diseleksi, kemudian delapan di antaranya dipilih oleh para mentor untuk mendapat beasiswa liputan. Masing-masing dari mereka akan menerima bantuan sebesar Rp3.000.000.
Berikut daftar peraih beasiswa liputan keberagaman pers mahasiswa Jawa Barat:
1. Aksesibilitas dan Inklusivitas Mahasiswa Penyandang Disabilitas di UPI – Siti Labibah Fitriana, LPM Literat UPI
2. Bagaimana Anak Muda Sunda Wiwitan dan Budidaya Menghadapi Diskriminasi di Cimahi dan Lembang? – Nia Nur Fadillah, LPM SUAKA UIN Bandung
3. Dalang Perempuan dalam Perayaan Seren Taun Sunda Wiwitan – Siti Robiah, LPM Latar ISIF Cirebon
4. Efektivitas Satgas KS di ITB – Fredi Hardiansyah, Boulevard ITB
5. Lansia Transpuan di Tengah Penolakan dan Diskriminasi – Dela Srilestari, SUMA UI
6. Mahasiswa dengan Disabilitas Mental di Unpas – Rizky Rahmalita, LPM Jumpa Unpas
7. Menguak Tabir Pelecehan Seksual di Lingkungan Akademik PTKIN – Tina Lestari, LPM FatsOeN, UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon
8. Perpustakaan WR Supratman Jemaat Ahmadiyah di Tengah Rentannya Keberagaman Agama dan Literatur di Indonesia – Harven Kawatu, LPM Isolapos UPI.
Selamat untuk para jurnalis kampus yang mendapatkan beasiswa liputan! Informasi dan proses beasiswa liputan keberagaman selanjutnya akan disampaikan oleh Manajer Program SEJUK, Yuni Pulungan, melalui kanal-kanal informasi SEJUK.
Empat hari proses workshop SEJUK yang berlangsung di kelas, kunjungan ke komunitas rentan, dan pitching proposal liputan keberagaman ini difasilitasi oleh Yuni Pulungan dan Tantowi Anwari.
—————
Artikel ini ditulis oleh tim SEJUK dan disunting oleh Dhea Ramadhani (Program Assistant & Communications Officer FNF).
Demi Menghapus Diskriminasi dan Segregasi, Mahasiswa dari Kepulauan Rempah Hidupkan Tekad “Maluku Parsamua”
SEJUK dan FNF Indonesia kali ini mengadakan "Workshop dan Beasiswa Produksi Konten Keberagaman" di Maluku, Ambon pada 1-4 Maret 2024. Baca lebih lengkap tentang kegiatan kami di sini!
Penyandang Disabilitas Mental Bolehkah Bekerja?
Pada 1 September 2023, FNF Indonesia bersama Lembaga INDEKS membahas mengenai penyandang kesehatan mental dan keberadaan mereka dalam dunia kerja yang dibahas melalui diskusi online bertajuk "Hidup dengan Isu Kesehatan Mental; Bolehkah Kami Bekerja?”
Perjalanan Wonosobo Kabupaten Ramah HAM
Buku ini adalah kisah tentang Wonosobo, sebuah Kabupaten di Indonesia yang bertransformasi menjadi Kabupaten Ramah HAM sebagai perwujudan tanggung jawab Negara terhadap pemenuhan hak asasi warganya. Yang menarik di Wonosobo adalah harmoni antara Pemerintah Daerah dan DPRD dalam mewujudkan cita-cita kabupaten ramah HAM. FNF Indonesia mengambil peran mendukung langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam memenuhi cita-cita mulia tersebut, yang tertuang dalam 5 pilar Wonosobo Ramah HAM, yakni pendidikan, kesehatan, lingkungan, kelompok rentan, perempuan dan anak.