DE

Demokrasi
Konsolidasi Peran untuk Solo Raya

Pendidikan Kewarganegaraan Menengah, Solo 18 – 19 Mei 2017
Wilardi Budiharga, salah satu pembicara "Pendidikan Kewarganegaraan Tingkat Menengah"
Wilardi Budiharga, salah satu pembicara "Pendidikan Kewarganegaraan Tingkat Menengah" © FNF Indonesia

Setelah melakukan pendidikan kewarganegaraan tingkat dasar di kota Kebumen dan Wonogiri pada awal bulan Mei lalu, Friedrich Naumann Foundation (FNF) dan Lembaga Gerak Pembedayaan (LeGePe) menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan tingkat menengah di kota Solo. Acara ini dihadiri oleh peserta yang berasal dari kabupaten-kabupaten yang dulunya tergabung dalam Keresidenan Surakarta, seperti Kabupaten Karanganyar, Klaten, Boyolali, Wonogiri dan tentunya Kota Solo.

Berbeda dengan pendidikan kewarganegaraan sebelumnya yang lebih berfokus pada pemaknaan politik bagi warga lokal, program ini lebih menitikberatkan pada diskusi dan konsolidasi daerah. Melalui diskusi pada awal acara, peserta diajak untuk lebih mengetahui isu-isu politik yang berkembang di masing-masing kabupaten dan kota. Beberapa isu yang diangkat dalam diskusi, antara lain masalah pertanian, intoleransi serta juga investasi dan pembangunan. Masalah di satu kabupaten atau kota tentunya juga beririsan dengan permasalahan di daerah lainnya.

Pemetaan Isu per Kabupaten
Pemetaan Isu per Kabupaten © FNF Indonesia
Presentasi kelompok
Presentasi kelompok © FNF Indonesia

Salah satu pembicara tamu dalam acara ini adalah Wilardi Budiharga dari Semarak Cerlang Nusa Consultancy (SCN-CREST). Mencermati kondisi politik Indonesia saat ini tidak lepas dari isu-isu mengenai politik identitas dan intoleransi yang kerap diangkat di media massa. Melalui diskusi dua arah tersebut, Wilardi mengungkapkan bahwa terkadang masyarakat terlalu terjebak di dalam pemaknaan “kita” dan “mereka”. Menyikapi hal ini, perbedaan tidak hanya harus dirayakan, namun yang lebih penting lagi adalah mencari pengikat atau pemersatu perbedaan-perbedaan tersebut. Dalam hal ini, Pancasila adalah ideology negara yang telah didesain sedemikian rupa untuk mengatur sistem ketatanegaraan sekaligus menaungi keberagaman di Indonesia. Sementara itu, dalam kaitannya dengan sistem demokrasi, pembicara Warsito Ellwein dari LeGePe menekankan bahwa demokrasi seharusnya mendorong masyarakat untuk semakin aktif di ranah politik. Kekecewaan terhadap pemerintah seharusnya tidak hanya disikapi dengan menyalahkan pihak yang berkuasa, namun lebih kepada bagaimana mendorong adanya perubahan.

Warsito Ellwein (LeGePe)
Warsito Ellwein (LeGePe) © FNF Indonesia

Selain diskusi mengenai isu politik di daerah masing-masing, acara pendidikan tingkat menegah ini juga diisi dengan diskusi dengan metode World Café yang membahas tentang konsolidasi peran dan pola koordinasi antardaerah. Untuk menindaklanjuti diskusi ini, acara keesokan harinya dilanjutkan dengan penyusunan rencana tindak lanjut masing-masing daerah. Berbagai inisiatif dilontarkan, antara lain pemetaan politik, komunikasi dengan jejaring dan komunitas, serta konsolidasi peran antarkabupaten dan kota yang tergabung dalam eks-Karasidenan Surakarta.