DE

International Visit
Kunjungan Ketua Yayasan FNF ke Pemda Wonosobo

Kunjungan Ketua Yaysan FNF, Wonosobo, Prof. Dr. Jürgend Morlok
© FNF Indonesia

Pada tanggal 02 November 2017, Prof. Dr. Jürgend Morlok, Ketua Dewan Direksi Friedrich Naumann Foundation (FNF) berkesempatan mengunjungi salah satu mitra kerja FNF Indonesia, yaitu Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo. Dalam kunjungan tersebut, Dr. Morlok didampingi oleh Bapak Moritz Kleine-Brockhoff, Direktur FNF Indonesia. Kerjasama antara FNF Indonesia dengan Pemerintah Daerah Wonosobo sudah terjalin sejak tahun 2006 dan berfokus pada program Penguatan Pemerintahan Desa. Awal tahun 2014, kerjasama berlanjut ke program Penguatan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia(HAM). Saat ini Wonosobo merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah, yang dikenal sebagai Kabupaten Ramah HAM.

Kunjungan Ketua Yaysan FNF, Wonosobo, Prof. Dr. Jürgend Morlok
© FNF Indonesia

Kunjungan Dr. Morlok ke Wonosobo, merupakan suatu kehormatan bagi Pemerintah Daerah Wonosobo. Hal ini disampaikan langsung oleh Bapak Fahmi Hidayat, Kepala Bagian Program Pembangunan Bappeda saat menyambut beliau dalam workshop Perencanaan Berbasis Komunitas untuk Wonosobo Ramah HAM dan Pencapaian Tujuan Berkelanjutan (SDG’S). Dalam kesempatan tersebut, Dr. Morlok menyampaikan tujuan dari kunjungannya ke Wonosobo di depan para peserta workshop. Ini adalah kesempatan bagi beliau untuk mengenal salah satu mitra FNF Indonesia, dan tentunya belajar mengenai konsep Kota Ramah HAM. “Sebagai Ketua sebuah yayasan yang mendukung hak-hak azasi manusia di Jerman maupun negara lain, bagi saya HAM merupakan nilai-nilai yang melekat pada kodrat manusia sebagai individu”, ujarnya. Beliau sangat mengapresiasi usaha Pemerintah Daerah Wonosobo. Tentunya komitmen untuk mengimplemantasikan Hak Asasi Manusia ke tindakan yang nyata bukanlah hal yang mudah. Terkait dengan kunjungannya ke Indonesia, beliau juga belajar mengenai keberagaman dan secara jujur mengagumi prinsip Bhineka Tunggal Ika serta menekankan bahwa toleransi adalah jalan satu-satunya untuk menentukan masa depan yang cerah secara bersama-sama. Kunjungan Dr. Morlok di Wonosobo diakhiri dengan makan malam bersama Wakil Bupati Wonosobo, Bapak Drs. Agus Subagyo, dan rekan-rekan dari Pemerintahan Daerah Wonosobo.

Kunjungan Ketua Yaysan FNF, Wonosobo, Prof. Dr. Jürgend Morlok
© FNF Indonesia

Sebelumnya pada tanggal 01 November, juga telah dilaksanakan Integrasi RAD Wonosobo ramah HAM dengan RAD Tujuan Pembangunan Berkelanjutan SDGs yang terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama diperuntukkan untuk PNS Perencana dari OPD yang ada kaitannya dengan aksi mendukung Wonosobo Ramah HAM dan pencapaian SDGs dan sesi ke-2 diperuntukkan Camat/PNS Perencana dari OPD Kecamatan dan Desk Wonosobo Ramah HAM. Berikut adalah masing-masing rangkuman dari sesi pertama dan sesi kedua.

 

Sesi I:

Background / konteks

1.         Perkembangan terakhir dari wacana Wonosobo Ramah ham dan SDGs, disepakati bahwa Wonosobo Ramah HAM  akan diintegrasikan ke dalam SDGs.

2.         Di sisi lain, rencana aksi Ramah Ham dan SDGs masih ada interseksi yang harus diformulasikan sebagai aksi integrasi dan sinkronisasi

3.         Perlunya mempertemukan parapihak terkait, baik OPD, kecamatan maupun komunitas dalam serial workshop/FGD

Audience: PNS Perencana dari OPD yang ada kaitannya dengan aksi mendukung Wonosobo Ramah HAM dan pencapaian SDGs

Sesi 1: Hamong  Santono, Divisi SDGs, INFID

-           Menjelaskan bagaimana kerangka SDGs secara umum, berdasarkan Perpres SDGs.

-           Menegaskan kembali kemajuan Wonosobo dalam hal komitmen utk mengintegrasikan rencana aksi Wonosobo Ramah HAM dengan SDGs, sesuai workshop pada Agustus 2017. Progress ini harus segera dituangkan dalam aksi terintegrasi

-           Menjelaskan bagaimana skema dan skenario untuk integrasi Wonosobo dalam 2 isu tersebut. Secara pragmatis, Hamong menawarkan Wonosobo untuk mengambil list of activities dan indicator yg sudah ada dalam beberapa referensi rencana aksi SDGs, tinggal besaran dan timeline nya disesuaikan dengan kondisi Wonosobo

Sesi 2: Haris Gunarto, Desk Wonosobo Ramah HAM/SDgs, bappeda Bidang Pemsosbud

-           Menjelaskan bagaimana peluang melakukan mainstreaming dan internalisasi perencanaan penanggulangan kemiskinan, dalam framework SDgs, dengan spirit pemenuhan hak warga

-           Menggambarkan beberapa ilstrasi rencana program maupun aksi yg sudah berjalan di beberapa OPD tentang “SDGs-based action plan”.

-           Menjelaskan beberapa peluang sekaligus kendala mengenai rencana programatik berdasarkan APBD untuk isu terkait SDGs dan Wonosobo Ramah HAM. Kendalanya adalah luasnya mandat, minimnya sumber daya. Oleh karena itu, pemrioritasan merupakan kata kunci

 

Sesi 3: Suwondo Yudistiro, ketua  Komisi A DPRD Kabupaten Wonosobo

-           Refleksi terhadap proses ditetapkannya Perda 5 tahun 2016 tentang Kabupaten Wonosobo Ramah HAM, dan konteksnya dalam kebijakan Pemkab Wonosobo

-           Suwondo menjelaskan bagaimana aspirasi atau pandangan sikap politik DPRD terhadap Perda itu dan implikasinya. Oleh karenanya, Suwondo apresiatif dan memndukung langkah untuk mengintegrasikan SDGs dengan Wonosobo Ramah HAM

-           Menyampaikan pesan agar Rencana aksi segra diselesaikan, didiseminasikan kepada semua pemangku kepentingan

-           Menekankan pentingnya pemrioritasan mengingat keterbatasan dana APBD

-           Mendotong langkah untuk kemitraan dan kkolaborasi dengan pihal lain termasuk swasta dan dunia usaha

Rekomendasi/Kesimpulan:

-           OPD akan melanjutkan aksi dalam perspektif integrasi dan pengarusutamaan, sehingga langkah programatiknya bersifat kokmprehensif, tidak terlalu berbasis sektoral

-           Melakukan pemrioritasan, dengan pendekatan money follow priority (program), bukan money follow function

-           Melakukan kolaborasi dengan aksi komunitas, mulai perencanaan tahun 2018 untuk aksi tahun 2019

 

 

Sesi II:

Background / konteks

1.         Selaras dengan Perda Nomor 5 Tahun 2016, prinsip ramah HAM akan diintegrasikan ke dalam kebijakan Pemkab secara bertahap. Dalam konteks ini, kecamatan merupakan salah satu domain layanan dan kebijakan pemkab yang strategis dan harus digarap sesuai dengan isu ini

2.         Penyusunan program APBD untuk kecamatan sedang dilakukan, sehingga momentum ini dinilai tepat untuk memberikan wawasan tentang perspektif ramah Ham bagi OPD Kecamatan

3.         Secara khusus, perlu merekomendasikan format layanan kecamatan yang ramah HAM, dimulai dari model ruang dan kelengkapannya

Audience: Camat/PNS Perencana dari OPD Kecamatan dan Desk Wonosobo Ramah HAM

Sesi 1: Tono Prihatono, Ddesk Wonosobo Ramah HAM

-           Menggambarkan desain dan bisnis pross keamatan sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta konsep dasar tugas pokok dan fungsi kecamatan

-           Menjelaskan bagaimana prinsip ramah HAM kompatibel dengan tugas dan fungsi kecamatan, baik dalam konteks Camat sebagai kepala wilayah maupun camat dalam konteks melaksanakan pendelegasian kewenangan Bupati

-           Menggambarkan beberapa bentuk kreasi dan improvisasi layanan kecamatan yang berperspektif ramah HAM

-           Memberikan beberapa ilustrasi peran Camat dalam mendorong isu ramah HAM di luar domain / entitas pelayanan kecamatan, atau dengan kata lain Camat dalam hubungan kemasyarakatan dengan masyarakat di wilayahnya. Isu ini relevan misalnya dalam kasus mendorong nasionalisme, mencegah disintegrasi, merekatkan persatuan dan menjaga ideologi

Sesi 2: Agus Dwiatmojo, Desk Wonosobo Ramah HAM/SDgs, Bappeda Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah

-           Menjelaskan bisnis proses perencanaan dan pengembangan wilayah, di mana Camat/Kecamatan memiliki peran penting. Salah satu aspeknya adalah bagaimana perencanaan pembangunan juga memikirkan aspek spasial. Pendekatan spasial ini adalah prinsip dasar yang harus diketahui Camat

-           Memberikan gambaran bagaimana implikasi pendekatan spasial/kewilayahan dengan strategi untuk pemenuhan hak warga. Misalnya ilustrasi perencanana pembangunan kawasan kumuh, pemenuhan hak bagi komunitas yang belum mmeiliki sanitas baik, atau masih kekurangan pasokan jaringan listrik

-           Memberikan beberapa ilustrasi peran kecamatan untuk melakukan improvisasi pelayanan dengan membuat “studio pelayanan”. Studio ini merupkaan tools untuk melakukan pelayanan sekaligus memberikan informasi tentang kemajuan kecamatan, informasi pembangunan dan informasi layanan.

-           Dalam konteks perspektif “no one left  behind’ sesuai prinsip pencapaian SDGs, kebijakan ramah HAM di kecamatan sangat pas karena Camat dinilai lebih mengetahui kondisi wilayah dan warganya

Rekomendasi/Kesimpulan:

-           Akselerasi progam ramah Ham di kecamatan merupakan sebuah keniscayaan. Ke depan, Kabupaten Wonosobo Ramah HAM akan dinilai dari seberapa jauh warga di pelosok bisa terlayani dengan baik termasuk lewat layanan dari Kecamatan

-           Mengurangi ketimpangan antar wilayah, memacu pertumbuhan kecamatan, merupakan salah satu prinsip dasar pemenuhan hak warga

-           Kecamatan agar lebih proaktif dalam merumuskan kegiatan yang lebih berdampak, sekaligus dikolaborasikan dengan program ramah HAM dari dinas kabupaten