DE

Perubahan Iklim
Memetakan Peluang Pembiayaan Perubahan Iklim di Indonesia

Diskusi Publik Akses dan Peluang Pendanaan Iklim, Cafe Ruang Tengah, 28 Juni 2019
Diskusi Publik Akses dan Peluang Pendanaan Iklim, Cafe Ruang Tengah, 28 Juni 2019
Diskusi Publik Akses dan Peluang Pendanaan Iklim, Cafe Ruang Tengah, 28 Juni 2019 © FNF Indonesia, Climate Institute

Perubahan Iklim merupakan sebuah fenomena yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Pertumbuhan ekonomi yang ditopang dengan penggunaan sumber-sumber energi yang tidak terbarukan, tidak hanya mendegradasikan daya dukung lingkungan, tetapi juga meningkatkan jumlah gas emisi rumah kaca yang secara ilmiah terbukti mengubah pola iklim. Perubahan pada pola iklim antara lain meningkatnya durasi musim kemarau dan bertambahnya intensitas curah hujan akan mempengaruhi hasil panen dan hasil penangkapan ikan. Dampak perubahan iklim penting untuk diperhatikan karena banyak rakyat kecil yang bergantung terhadap kedua hasil mata pencaharian tersebut.

Untuk mengatasi kerentanan yang dihadapi rakyat-rakyat kecil, tersedia dua opsi yang saling melengkapi satu sama lain, yaitu mitigasi dan adaptasi. Mitigasi merupakan sebuah upaya untuk menurunkan gas emisi rumah kaca melalui cara-cara seperti penanaman pohon dan penggunaan energi terbarukan, contohnya instalasi panel surya untuk mendukung kegiatan rumah tangga. Sedangkan adaptasi, diartikan sebagai upaya untuk mengantisipasi dampak-dampak dari perubahan iklim. Sebagai contoh, sebuah perkotaan di wilayah pesisir dapat membangun tanggul laut untuk mengantisipasi peningkatan permukaan air laut yang disebabkan oleh fenomena perubahan iklim.

Permasalahannya untuk melakukan tindakan adaptasi dan mitigasi, dibutuhkan pendanaan yang konsisten dan tepat sasaran. Mitigasi dan adaptasi yang tidak didukung pendanaan ibarat sepeda tanpa roda. Pendanaan yang memadai memungkinkan Indonesia untuk mencapai target emisi yang dijanjikan dalam konferensi iklim Perjanjian Paris dan berpotensi memberikan jaminan bagi rakyat-rakyat kecil untuk menikmati panen raya secara berkelanjutan, serta perlindungan terbaik dalam mengantisipasi dampak-dampak beragam dari perubahan iklim itu sendiri.

Diskusi Pubik Akses dan Peluang Pendanaan Iklim, Cafe Ruang Tengah, 28 Juni 2019
Suasana di Cafe Ruang Tengah, 28 Juni 2019 © FNF Indonesia, Climate Institute

Pertanyaan selanjutnya yang layak dan patut diajukan adalah bagaimana mengakses sumber-sumber pendanaan iklim yang tersedia di Indonesia untuk melaksanakan mitigasi dan adaptasi? Berangkat dari pertanyaan tersebut, FNF Indonesia bersama Climate Institute menyelenggarakan sebuah diskusi publik yang bertajuk “Akses dan Peluang Pendanaan Iklim” pada tanggal 28 Juni 2018 di Café Ruang Tengah, Sarinah, Jakarta.

Gambaran tentang sumber pendanaan iklim di Indonesia hadir melalui diskusi diantara empat narasumber dari UNDP, ICCTF, Kemitraan dan Climate Institute. Terdapat tiga sumber pendanaan iklim di Indonesia. Pertama, pembiayaan yang menggunakan dana publik melalui alokasi APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Kedua, pembiayaan yang berasal dari luar negeri, yang dapat diterima dalam bentuk hibah atau pinjaman. Ketiga, pembiayaan yang diberikan oleh sektor swasta, salah satunya adalah CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan yang digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang memiliki dampak sosial terhadap masyarakat. Dan juga tidak kalah menarik adalah bentuk pendanaan swasta yang bersifat progresif atau dikenal dengan istilah obligasi hijau (Green Bond). Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan, obligasi hijau adalah surat berharga yang bersifat utang yang dana hasil penerbitaanya digunakan untuk membiayai kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

Diskusi Publik Akses dan Peluang Pendanaan Iklim, Cafe Ruang Tengah, 28 Juni 2019
Narasumber, Moderator, dan Peserta dalam Diskusi Publik Diskusi Pubik Akses dan Peluang Pendanaan Iklim © FNF Indonesia, Climate Institute

Khusus untuk pendanaan iklim yang mengutamakan tujuan-tujuan adaptasi. Kemitraan Indonesia sebagai NIE (National Implementing Entity - lembaga nasional yang terakreditasi) memiliki wewenang untuk mengelola dana AF (Adaptation Fund). Dana AF berasal dari sumber pendanaan luar negeri yang dikhususkan untuk kegiatan-kegiatan adaptasi perubahan iklim. Untuk mengakses dana AF, Kemitraan melakukan sayembara usulan yang dikenal dengan istilah call for project proposal. Organisasi masyarakat sipil yang terdaftar secara legal dapat mengajukan usulan kegiatan melalui formulir yang disediakan oleh Kemitraan dan berpeluang mendapatkan dana proyek berkisar 500.000 USD – 1.000.000 USD. Perlu diketahui juga, organisasi mayarakat sipil pun dapat mengajukan usulan program sebagai sebuah konsorsium (gabungan beberapa lembaga).

Selain Kemitraan, ICCTF (Indonesia Climate Change Trust Fund) juga mengelola pendanaan iklim yang bersumber dari luar negeri. Menariknya pendanaan iklim yang dikeolola ICCTF tidak hanya mencakup kegiatan adaptasi, tetapi juga kegiatan mitigasi. Salah satu fokus program pendanaan mitigasi adalah yang berbasis lahan. Program ini didesain untuk mendukung usaha pemerintah Indonesia dalam mengurangi emisi yang berasal dari kerusakan hutan dengan mencegah konversi hutan dan kebakaran hutan, serta meningkatkan praktek pertanian yang ramah lingkungan. Sama seperti Kemitraan, ICCTF juga melakukan sayembara proposal yang ditujukan kepada organisasi masyrakat sipil dengan pengalaman kerja di bidang mitigasi perubahan iklim, adaptasi, dan pengelolahan sumber daya alam berbasis masyarakat.

Baik Kemitraan maupun ICCTF, telah memberikan sebuah peluang yang sangat berarti untuk menanggulangi masalah perubahan iklim. Namun di sisi lain, fenomena perubahan iklim dan dampaknya terjadi dan berlangsung sangat pesat. Keterbatasan informasi terkait pendanaan iklim, hambatan kaku regulasi pendanaan dan instrumen pendanaan yang bertentangan dengan kebutuhan program akan menihilkan usaha-usaha yang sudah ada dan benih-benih konsep yang berpotensi menyelamatkan lingkungan. Maka dari itu, diperlukan sebuah upaya kolaboratif pemerintah, swasta, warga sipil, dan dunia internasional untuk memetakan ekosistem pendanaan perubahan iklim di Indonesia.