DE

Perubahan Iklim
Mendesain Solusi untuk Pejalan Kaki melalui WS Climate-Friendly Pedestrian City

Padma Bandung, 17-19 September 2017
WS Padma FNF Indonesia Bandung
Design Thinking Output © FNF Indonesia

Orang awam sering menyalahartikan kata pedestrian sebagai trotoar yang diperuntukan bagi pejalan kaki. Padahal kata pedestrian sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti kaki sehingga definisi pedestrian dapat disamakan dengan pejalan kaki. Selain hal itu, BRT (Bus Rapid Transportation) yang dikelola oleh PT. Transjakarta juga kita sering salah sebut sebagai Busway (jalur khusus Bus). Lokakarya yang diadakan oleh FNF Indonesia, Climate Institute dan Freedom Institute tidak hanya saja bertujuan untuk mengklarifikasi kesalahpahaman pengertian tentang transportasi, tetapi juga mencoba mengajak peserta untuk mendesain solusi jalan kaki dan pergantian moda transportasi berdasarkan persona-persona yang memilki hambatan-hambatan spesifik dalam menggunakan transportasi publik sehari-hari melalui proses design thinking.

Untuk meciptakan suatu prototype design thinking yang realistis dan berkelanjutan, lokakarya ini mendatangkan tiga pemateri handal yang mengetahui seluk beluk permasalahan pejalan kaki di perkotaaan. Ahli Tata Ruang Kota Bpk. Andy Simarmata menyayangkan bahwa konstruksi jalan di perkotaan tidak dibangun berdasarkan sebuah studi yang lengkap. Mengenai hal ini, beliau menyesalkan kondisi jalanan umum yang tidak mengakomodir kepentingan-kepentingan kelompok difabel. Pemateri juga menegaskan bahwa jalan jangan dilihat sebagi aksesoris jalan saja, tetapi harus dipandang sebagai inti dari mobilitas perkotaan.

WS Padma FNF Indonesia Bandung
Direktor ITDP Indonesia Yoga Adiwinarto © FNF Indonesia

Di sesi selanjutnya Direktor ITDP Indonesia Bpk. Yoga Adiwinarto menegaskan pentingnya proses visioning untuk pengambil keputusan dalam menyusun dan mengimplementasikan sistem transportasi yang berkelanjutan. Beliau dalam kesempatan penyampaian materinya menjelaskan konsep-konsep teknis seperti jarak lebar trotoar yang ideal dan ilustrasi-ilustrasi complete street yang mengedepankan aspek keadilan ruang. Disamping itu, pemateri juga menjelaskan tahapan rekomendasi perbaikan dan peremajaan angkutan umum di perkotaan yang dapat dibiayai dengan dana APBD dan APBN.  

Selaku pemateri terakhir Ibu Natalia Tanan dari Kementerian Pekerjaan Umum membuka materinya dengan mengutip sebuah pernyataan dari seorang ahli tata ruang asing yang berbunyi: „Apabila kamu merencanakan kota untuk kendaraan bermotor dan lalu lintasnya, maka yang kamu dapat adalah kendaraan bermotor dan mobil. Apabila kamu merencanakan kota untuk manusia dan ruangannya, maka yang kamu dapatkan adalah manusia dan ruangan.“ Berpangkal dari kutipan tersebut Ibu Natalia menjelaskan indikator-indikator pembangunan ruang dan jalan yang menarik bagi orang untuk berjalan kaki. Indikator-indikator yang dipaparkan oleh pemateri adalah daya tarik, kenyamanan, kesetaraan, keselamatan dan keamanan.  

Setelah asupan materi dari para narasumber, peserta workshop melanjutakan pembuatan prototype melalui proses design thinking yang teridiri dari lima fase yaitu empati, mendefinisikan, memberikan pengertian, pembuatan prototype dan ujicoba prototype.  Sebagai hasil, tercipta empat solusi desain kreatif yang meningkatkan efektifitas dan efisiensi bermoda sehari-hari untuk para persona-persona.