DE

Demokrasi
Menjadi Fasilitator: Semua Orang adalah Guru

Training of Trainers "Politik Itu Indah", Semarang, 6 - 7 Maret 2017
Peserta ToT
Peserta ToT © FNF Indonesia

“Semua orang itu guru, alam raya sekolahku”, adalah memang benar adanya. Setiap orang dapat menjadi guru bagi yang lainnya. Terkait pelaksanaan acara, proses pembelajaran tidak hanya dapat dilakukan dari mereka yang duduk sebagai narasumber, fasilitator atau trainer. Khususnya dalam konteks fasilitator, peran mereka diperlukan untuk mencari jawaban permasalahan bersama dengan peserta dalam sebuah proses pembelajaran yang demokratis. Terkait hal ini, Friedrich Naumann Foundation (FNF) bersama dengan Lembaga Gerak Pemberdayaan (LeGePe) menyelenggarakan Training of Trainers Pendidikan Kewarganegaraan “Politik Itu Indah”. Acara ini diselenggarakan di Hotel Siliwangi – Semarang dan dihadiri oleh 30 peserta dari berbagai latar belakang.

Memaknai Fasilitator
Memaknai Fasilitator © FNF Indonesia

Acara ini dibuka dengan sambutan masing-masing perwakilan dari FNF dan juga LeGePe. Fasilitator Juli Nugroho dan Ripana Puntarasa kemudian membuka acara perkenalan dengan menanyakan dua pertanyaan penting bagi peserta, yaitu “Apa kata kerja dari fasilitator?” dan “Apa yang dibutuhkan oleh seorang fasilitator?” Para peserta kemudian menuliskan jawaban mereka di kertas metaplan. Beberapa jawaban yang dituliskan para peserta antara lain, fasilitator sebagai mereka yang mendampingi, melayani, memandu dan juga menggerakkan. Dalam hal ini, pemaknaan fasilitator tidak hanya mereka yang ada di kelas maupun diskusi, tapi juga mereka yang mendampingi masyarakat. Sementara, yang dibutuhkan adalah pengetahuan, kemampuan komunikasi, kesabaran dan juga jejaring (networking) yang baik.  Acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan materi “Demokrasi, Politik dan Etika” dari narasumber Sunaryo, selaku Ketua LeGePe dan materi “Pendidikan Orang Dewasa (Andragogy) dari Warsito Ellwein. Pendidikan orang dewasa tentu berbeda dengan pendidikan anak-anak. Pendidikan orang dewasa cenderung lebih partisipatif, walaupun tetap harus dilihat konteks acara dan lingkungan sekitarnya. Sebagai bentuk partisipatif tersebut, acara dilanjutkan dengan diskusi kelompok yang dipandu oleh fasilitator Simon H. Tambunan.

Materi Demokrasi, Politik dan Etika
Materi Demokrasi, Politik dan Etika © FNF Indonesia
Diskusi kelompok
Diskusi kelompok © FNF Indonesia

Acara hari pertama ini belum berhenti begitu saja. Pada malam harinya, acara dilanjutkan dengan diskusi dengan metode “Kedai Kopi Rakyat”, yang mengadaptasi metode World Café. Dalam diskusi ini, peserta membahas kebutuhan-kebutuhan fasilitator ditinjau dari aspek teori dan konsep, alat dan metode serta juga relasi dan jejaring. Latar belakang dan pengalaman peserta yang beragam membuat diskusi terasa cukup dinamis. Acara pada hari pertama ini kemudian diakhiri dengan presentasi setiap “penjaga kedai kopi” dan sharing pengalaman peserta.

Presentasi "Kedai Kopi Rakyat"
Presentasi "Kedai Kopi Rakyat" © FNF Indonesia

Untuk melengkapi diskusi hari pertama, acara hari kedua dibuka dengan diskusi mengenai materi “Teknik dan Metode Menjadi Fasilitator yang Berhasil”. Pada diskusi ini, para peserta saling berbagi mengenai berbagai kondisi yang pernah mereka alami sebagai fasilitator, mulai dari menghadapi jumlah peserta yang terlalu banyak, jumlah peserta sedikit hingga pendampingan kegiatan di alam bebas. Peserta kemudian dibagi kembali ke dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan rencana kerja mereka beserta output serta perangkat yang diperlukan. Beberapa pesan penting yang dapat dipetik antara lain adalah fasilitator sebaiknya berfokus utama kepada peserta dan lebih baik menyiapkan pertanyaan dibanding teori-teori. Hal ini menjadi penting karena tidak ada metode yang paling tepat. Proses pembelajaran harus kembali disesuaikan dengan peserta. Baik itu melalui metode satu arah maupun partisipatif, semua orang bisa belajar dari yang lainnya.

Presentasi Rencana Tindak Lanjut
Presentasi Rencana Tindak Lanjut © FNF Indonesia