DE

Perubahan Iklim
Pentingnya Inklusivitas Dalam Membangun Kota Berketahanan Iklim

Seminar Resilient City, Universitas BINUS, Kampus Anggrek, Jakarta | 30 Oktober 2017
Seminar Resilient City, BINUS University, 30 October 2017
Sesi Tanya Jawab pada Seminar Resilient City © FNF Indonesia

Pembahasan isu terkait Resilient City atau Kota yang Berketahanan nampaknya masih belum banyak dilangsungkan di kalangan mahasiswa saat ini, setidaknya pandangan itulah yang tergambar dari Seminar Resilient City pada Senin, 30 Oktober 2017 yang berlangsung di Aula Exhibition Lantai 3, Gedung Anggrek, Universitas BINUS, Jakarta.

Sebanyak kurang lebih 80 partisipan memenuhi ruangan sejak pukul 10.00 untuk menantikan paparan presentasi dari dua narasumber, yaitu Hndericus Andy Simamarta selaku Praktisi Urban Planner dan Dosen Universitas Indonesia, dan Imantaka Nugraha selaku Ketua Students for Liberty Indonesia. Materi yang dibawakan kedua narasumber saling melengkapi dan membantu partisipan memahami lebih jauh atas kondisi Jakarta saat ini; bagaimana kondisi lingkungan Jakarta dan apakah Jakarta adalah sebuah kota yang berketahanan?

Seminar Resilient City, BINUS University, 30 October 2017
Peserta pada Seminar Resilient City, 30 Oktober 2017, Exhibition Hall Lantai 3 Kampus Anggrek, Universitas BINUS © FNF Indonesia

Dalam paparan Imantaka Nugraha, judul besar yang menjadi fokus adalah Resilient City melalui Spontaneous Order. Lebih jauh, dijabarkannya juga mengenai kualitas yang membentuk sebuah kota yang berketahanan. Ada tujuh kualitas yang disusun oleh Rockefeller Foundation, yaitu Reflective, Robustness, Redundancy, Flexible, Resourcefulness, Inclusive, dan Integrated. Selanjutnya, penjabaran mengenai sepuluh hal penting dalam membangun kota yang berketahanan menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) juga menjadi pertimbangan dalam argumen perlunya kehadiran swasta, kolaborasi diantara swasta dan pemerintah, serta kemudahan regulasi yang berkaitan dengan resilient city agar tercipta kompetitivitas positif.

Seminar Resilient City, BINUS University, 30 October 2017
Narasumber Imantaka Nugraha dari Students for Liberty Indonesia © FNF Indonesia

Fokus terhadap Urban Resilience: Progress and Challenges in Indonesian Cities menjadi pembahasan Andy Simamarta selama lebih kurang 30 menit pada kesempatan itu. Pada awal paparannya, ultimatum mengenai nyatanya perubahan iklim dan ketidakpastian dampak negatif yang mungkin terjadi di masa depan disampaikan melalui bukti-bukti penelitian dan komparasi data akan temperature global, lokal, dan keadaan pesisir laut di Jakarta. Adanya faktor-faktor tersebut harus dijawab dengan adanya Micro-sustainability and people-based resilience dan komitmen pada New Urban Agenda dalam membangun kota rendah karbon dan tahan terhadap perubahan iklim dan keberencanaan tata ruang. Mitigasi dengan membangun kota rendah karbon secara sistematis dengan rencana pembangunan nasional perlu juga memperhatikan faktor urbanisasi dan pembelajaran dari kota-kota lain yang sudah menerapkannya. Dijelaskan juga mengenai kerawanan masyarakat dalam isu perubahan iklim yang mana berhubungan dengan strategi adaptasi dan ketahanan kota. Dalam membangun kota yang berketahanan, pemetaan kerawanan menjadi penting dalam menentukan strategi pembangunan yang dapat diterapkan.

Seminar Resilient City, BINUS University, 30 October 2017
Narasumber Hendricus Andy Simamarta, seorang Urban Planner dan Dosen UI © FNF Indonesia

Pada akhirnya, membangun kota yang tahan pada perubahan iklim membutuhkan konseptualisasi yang lebih luas daripada kota berkelanjutan. Tidak cukup hanya mampu berdapatasi dan mengelola resiko, namun juga diperlukan kontribusi untuk pembangunan rendah karbon dan komitmen kenaikan temperatur global di bawah 2 derajat.