DE

Perubahan Iklim
Polusi Udara Perkotaan; sebuah Tragedi Kepemilikan Bersama

Seminar Kampus "Ledakan Penduduk dan Ancaman Polusi Udara", UIN Malang, 11 Februari 2019
Seminar Kampus Ledakan Penduduk dan Polusi Udara, UIN Malang, 11 Februari 2019
Moderator-Putri Potabuga, Narsumber-Billy Aries dan Dr. H. Saifullah, Program Officer FNF Indonesia-Ingo Hauter © FNF Indonesia, Climate Institute

Seorang ekonom Inggris yang bernama Thomas Malthus, memprediksi dalam karya akademik “An Essay on the Principle of Population”, bahwa jumlah populasi akan meningkat begitu tajam dan melebihi jumlah ketersediaan produk agraria yang dihasilkan. Kondisi seperti ini berpotensi menimbulkan konflik dan kelaparan massal yang mempengaruhi eksistensi manusia. Gambaran Apokalips yang dikemukakan oleh Malthus mungkin tidak terkesan relevan lagi dalam memasuki awal abad ke-21 yang ditandai oleh perkembangan teknologi, khususnya dalam meningkatkan efisiensi produk agraria, dan sebuah sistem internasional yang berfungsi untuk menjaga perdamaian dunia. Akan tetapi jumlah peningkatan penduduk dunia tidak boleh dipandang sebelah mata terlepas dari inovasi dan teknologi yang dihasilkan oleh manusia dalam mengelola dan mengatasi permasalahan kelangkaan sumber daya alam.

Berdasarkan Badan Statistik Amerika Serikat jumlah penduduk dunia pada Januari 2018 mencapai 7,53 miliar jiwa. Dan terkait informasi jumlah penduduk di Indonesia, data dari BPJS menunjukan bahwa jumlah penduduk di Indonesia sebesar 266.927.712 juta jiwa. Hal ini sekaligus mengukuhkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara dengan penduduk terbesar di dunia peringkat ke-4 setelah Cina, India dan juga Amerika Serikat. Jika bandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia tahun 2016 yaitu yang mencapai 259.281.096 jiwa, Jumlahnya terus meningkat. Jika bandingkan lagi dengan jumlah penduduk Indonesia 2017, yang mencapai 262,594,708 jiwa, selalu ada kenaikan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada tahun 2013 memproyeksikan hal yang serupa  dengan menyatakan bahwa jumlah kelahiran pada tahun 2018 mencapai 4,81 juta jiwa sedangkan jumlah kematian 1,72 juta jiwa. Laju dan proyeksi yang dibeberkan diatas menggambarkan fenomena overpopulasi yang didefinisikan sebagai hasil dari tingkat kelahiran yang meningkat, penurunan angka kematian, atau penurunan mendadak dalam sumber daya yang tersedia. 

Jumlah peningkatan penduduk merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat dihindari, terutama untuk negara berkembang yang sedang membangun perekonomian yang kokoh untuk mensejahterakan rakyatnya. Akan tetapi laju populasi yang tak terkendali berpotensi melemahkan daya tampung dan daya dukung lingkungan (carrying capacity) yang berfungsi untuk mendukung perikehidupan manusia. Dengan bertambahnya populasi, permintaan akan sumber daya alam otomatis meningkat dan permasalahannya sumber daya alam yang kita miliki seperti minyak, gas, batu bara dan hutan merupakan sumber-sumber daya alam yang terbatas. Jumlah ketersediaan sumber daya alam yang mengesampingkan pengelolaan aspek berkelanjutan tidak akan dapat memenuhi peningkatan permintaan yang disebabkan oleh peningkatan jumlah populasi, sehingga dapat menimbulkan tragedi kepemilikan bersama.

Tragedi kepemilikan bersama bisa diartikan sebagai keserakahan manusia dalam mengambil kekayaan alam tanpa tanggung jawab dan kurangnya kesadaran untuk mengambil sesuatu sesuai kebutuhan yang diperlukan. Eksploitasi atau pengambilan sumber daya yang berlebihan dapat juga disebabkan karena karakteristik dari sumber daya tersebut yang dikategorikan sebagai barang publik semu (common pool resource). Ikan laut dan hutan merupakan contoh barang publik semu yang didapatkan secara non-eksklusif dan penuh persaingan. Kedua sumber daya alam baik ikan laut dan hutan memiliki jumlah yang terbatas dan individu dapat memanfaatkannya dalam konteks persaingan dan akses yang tidak dibatasi, sehingga mendegradasi ketersediaan sumber daya alam tersebut. Kondisi sumber daya alam yang non-eksklusif dan dimana terdapat persaingan antara individu, memaksa individu untuk bertindak rasional dan mengutamakan kepentingan pribadinya dalam mengeksploitasi sumber daya alam daripada melakukan pembagian “barang” secara adil yang disesuaikan dengan kebutuhan individu masing-masing.

Seminar Kampus Ledakan Penduduk dan Polusi Udara, UIN Malang, 11 Februari 2019
Seminar Kampus Ledakan Penduduk dan Polusi Udara, UIN Malang, 11 Februari 2019 © FNF Indonesia, Climate Institute

Salah satu tragedi kepemilikan yang kita hadapi di perkotaan adalah polusi udara. Udara adalah sumber kehidupan manusia dan dari perspektif ekonomi dapat dikategorikan sebagai barang publik semu yang kita gunakan secara bersama. Karena ketidakhadiran sebuah mekanisme dalam menginternalisasi eksternalitas negatif dalam mengatur proses produksi perusahaan, pembakaran bahan bakar fosil, pengunaan kendaraan bermotor dan produksi listrik konvensional, membuat kualitas udara tercemar dan mecederai hak asasi kita sebagai manusia yang berhak untuk menghirup udara bersih. Belum lagi jumlah peningkatan populasi meningkatkan kebutuhan manusia akan energi untuk menjalani aktivitas ekonomi sehari-hari. Namun sayangnya, kota-kota besar di Indonesia masih bergantung pada pembangkit listrik “energi kotor” seperti batu bara untuk memenuhi rasio elektrifikasi perkotaan. Pembakaran “energi kotor” mengeluarkan polutan-polutan yang dapat menyebabkan kematian dini dan infeksi saluran pernapasan. Greenpeace Indonesia menyebutkan polutan-polutan (SO2, HG, PM 2.5 dan NO2) sebagi pembunuh senyap, karena tidak terlihat secara kasat mata dan dapat dihirup kapanpun tanpa kita sadari.   

Akses yang terbuka dan ketiadaan insentfif eksternalitas serta aturan untuk membatasi sumber-sumber polutan senyap tersebut, akan terus menerus mendorong individu untuk melakukan tindakan rasional yang mengarah pada irasionalitas kolektif (tragedi). Jadi jangan heran, di kemudian hari udara bersih akan menjadi komoditas yang eksklusif (langka) dan dicari banyak orang untuk sekedar bertahan hidup. Untuk itu mari kita wujudkan salah satu mandat dasar konstitusi kita yang bunyinya “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan Lingkungan Hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh Pelayanan Kesehatan”