DE

Perubahan Iklim
Rancangan Kebijakan Energi Nasional

FDG Ketahanan Energi, Hotel Santika, 20 Juli 2016
M. Husni Thamrin, FNF, Friedrich Naumann Stiftung Indonesia

Pembicara Husni Thamrin pada sesi pertama FGD

©

Jumat, 20 Juli 2016 bertempat di Hotel Santika Premiere Slipi, Friedrich Naumann Stiftung bersama dengan Freedom Institute menyelenggarakan acara Focus Group Discussion seputar isu substansial tentang ketahanan energi. FGD yang berjudul rancangan kebijakan energi nasional menghadirkan dua narasumber berkompetensi yakni Bapak Fabby Tumiwa, selaku direktur eksekutif IESR dan Bapak Husni Thamrin, selaku ketua divisi hubungan internasional Partai Demokrat serta dihadiri 20 peserta dari pelbagai Universitas di Jakarta. 

Sebagai pemantik diskusi dan sesi penyampaian materi, Billy Aries selaku moderator dalam acara ini menuturkan bahwa ketahanan energi di Indonesia sedang menghadapi tantangan-tantangan yang sangat kompleks. Komoditas energi dari bahan bakar fosil masih menjadi komoditas utama untuk membangkitan listrik dan penggunaan bahan bakar di sektor transportasi. Tingginya konsumsi energi di tanah air mengharuskan Indonesia untuk mengimpor bahan bakar untuk sektor transportasi dan menyebabkan pemadaman listrik bergilir di daerah-daerah strategis. 

Pada sesi materi pertama yang disampaikan oleh Pak Husni Thamrin, menekankan bahwa kondisi ketahanan energi Indonesia memang sangat rapuh. Beliau menceritakan pengalamannya di pelosok-pelosok daerah dimana kapasitas pembangkit listrik terbatas dan bahkan infrastruktrur untuk memasok listrik belum tersedia. Situasi seperti ini akan mengganggu kegiatan-kegiatan ekonomi dan pembangunan nasional. Beliau juga berpendapat kalau sistem monopoly listrik nasional telah terbukti tidak bisa memenuhi target-target yang diharapkan seperti rasio elektrifikasi,  minimnya ketersediaan infrastruktur dan tidak adanya kompetisi untuk meningkatkan supply listrik.  Di akhir sesi pertama Pak Husni Thamrin juga menambahkan pentingnya sumber energi terbarukan untuk mencapai ketahanan energi nasional yang berkelanjutan. Dengan dimungkinkannya investasi yang kondusif untuk sektor EBT tidak hanya ketahanan Energi saja yang dapat kita raih, tetapi Indonesia juga bisa mengurangi efek GRK secara signifikan dan dengan begitu menghambat laju perubahan iklim melalui sektor energi.    

Peserta FGD FNST Energi 2016
Peserta FGD Energi FNF 2016 © FNF Indonesia

Sesi penyampaian materi kedua diisi oleh pemgamat senior energi nasioanl Fabby Tumiwa. Sesi dibuka dengan pemaparan kondisi energi nasional saat ini. Energi telah menjadi kebutuhan mendasar dan pertumbuhan kebutuhan energi rata-rata 7% per tahun. Meskipun begitu, kebutuhan energi masih sangat tergantung kepada energi fosil (94%) dan pangsa energi terbarukan masih relatif rendah. Beliau juga menambahkan bahwa sektor energi sangat erat kaitannya dengan masalah perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan sebuah ancaman yang mempengaruhi eksistensi umat manusia. Dan sektor energi yang berfokus pada kontribusi sumber energi fosil meningkatkan gas emisi GRK di atmosfer dan hal tersebut menyebabkan peningkatan suhu rata-rata temperatur dunia. Untuk menurunkan ketergantungan akan bahan bakar fosil yang cadangannya makin menipis dan mencapai ketahanan energi nasional dibutuhkan arah kebijakan energi yang berkelanjutan dengan payung hukum yang kuat. Terdapat dua aspek penting dalam arah kebijakan energi yaitu konservasi energi dan diversifikasi energi. Khususnya dalam diversifikasi energi dibutuhkan cara untuk meningkatkan peranan energi baru dan terbarukan dalam bauran energi. Menyangkut hal ini pembicara menekankan pentingya faktor regulasi dan kebijakan, menciptakan pasar yang kondusif dan insentif sperti feed-in tariff.

Pembahasan diskusi hari ini diakhiri oleh moderator dengan rangkuman yang singkat tentang rekomendasi kebijakan mengenai ketahanan energi untuk pemerintah. Moderator memberitahukan bahwa akan ada sesi lanjutan mengenai rancangan kebijakan energi di bulan depan untuk mematangkan policy paper energi yang nantinya akan diterbitkan oleh Friedrich Naumann Stiftung.