DE

Demokrasi
Sekolah Anti Korupsi Angkatan 4

Jogjakarta, 13 Agustus 2016
Giri Suprapdiono, Direktur Gratifikasi KPK RI
Giri Suprapdiono, Direktur Gratifikasi KPK RI © FNF Indonesia

Setiap partai politik (parpol) tentunya menginginkan legacy (warisan) berupa nama baik. Namun, mengemukanya kasus korupsi yang melibatkan sejumlah anggota parpol mengakibatkan citra buruk pada parpol. Pendidikan politik, terutama yang terkait dengan pencegahan korupsi pun semakin menjadi relevan bagi anggota parpol. Sebagai lanjutan dari pelatihan sebelumnya, Friedrich Naumann Stiftung bersama dengan Partai Demokrat kembali menyelenggarakan Sekolah Anti Korupsi (SAK) Angkatan 4 yang kali ini berlokasi di Jogjakarta. Pelatihan kali ini bertema “Pengenalan dan Pemahaman Gratifikasi dalam Upaya Mengunci Pintu Masuk Korupsi di Partai Politik”.

Jemmy Setiawan, DPP Partai Demokrat
Jemmy Setiawan, DPP Partai Demokrat © FNF Indonesia

SAK Angkatan 4 ini dihadiri oleh kader Partai Demokrat Jogjakarta, baik dari tingkat ranting hingga daerah. Acara dibuka oleh sambutan dari Jemmy Setiawan selaku Ketua Departemen Urusan KPK Partai Demokrat. Jemmy kembali menekankan upaya yang terus dilakukan Partai Demokrat untuk melakukan pencegahan praktik korupsi. Acara kemudian langsung dilanjutkan dengan pemaparan dari Giri Suprapdiono selaku Direktur Gratifikasi KPK RI.

Melalui video dan sejumlah presentasi interaktif, Giri menjelaskan pemaknaan dari gratifikasi. Gratifikasi secara umum dimaknai sebagai pemberian uang, barang, diskon maupun komisi dan fasilitas tertentu dengan tujuan kepentingan. Hal yang membedakannya dengan praktik suap adalah gratifikasi diberikan secara cuma-cuma dan tanpa diminta, sementara praktik suap lebih merupakan praktik transaksional.

Giri Suprapdiono, Direktur Gratifikasi KPK RI
Giri Suprapdiono, Direktur Gratifikasi KPK RI © FNF Indonesia

Tercatatnya sebanyak 67% kasus korupsi di Indonesia yang melibatkan kader parpol kemudian menimbulkan anggapan bahwa parpol sebagai epistemik praktik korupsi. Terkait hal ini, narasumber dari KPK menyebutkan beberapa rekomendasi, antara lain sistem politik yang lebih murah hingga usul agar negara turut membiayai parpol. Namun, yang lebih penting adalah pentingnya keteladanan dari para kader parpol itu sendiri. Gratifikasi dan korupsi seringkali disebabkan oleh rasa tidak puas para pejabat dan penyelenggara negara yang kemudian berujung pada hedonist treadmill. Oleh karena itu, selain jujur dan berintegritas dalam bekerja, politik juga seharusnya dilakukan dengan ikhlas dan gembira.

Hedonic Treadmill
Hedonic Treadmill © FNF Indonesia
Kader Partai Demokrat Jogjakarta
Kader Partai Demokrat Jogjakarta © FNF Indonesia