DE

Perubahan Iklim
Seminar & Launching Buku: Perubahan Iklim di Kota Kupang

Kota "Batu Bertanah" yang rapuh terhadap dampak perubahan iklim
Seminar Perubahan Iklim Kupang, Mama Aleta, Garda Bagsa, FNF Indonesia
© FNF Indonesia

Kondisi Kota geografis Kupang yang terletak di daerah pesisir ditambah dengan kondisi wilayah yang berbatu karst atau sering disebut dengan Batu Bertanah menjadikan Kota Kupang sangat rentan terhadap dampak dari perubahan iklim. Kenaikan permukaan air laut, abrasi pantai dan intensitas curah hujan yang sangat minim berdampak buruk pada kesejahtraan masyarakat marginal (petani, nelayan) di Kota Kupang. 

Seminar dan Peluncuran Buku dengan tema "Perubahan Iklim di Kota Kupang" bertujuan memberikan pengetahuan kepada pemuda-pemuda di Kota Kupang tentang mekanisme pengelolaan taman nasional yang berkelanjutan dan pro-lingkungan, menerangkan dampak-dampak dari perubahan iklim dan memperkenalkan pendekatan kearifan lokal dalam mengelola lingkungan.

Seminar Perubahan Iklim Kupang, Mama Aleta, Garda Bagsa, FNF Indonesia
© FNF Indonesia

Sesi pertama, dibuka oleh M.Iksan, peneliti kebijakan publik dari Universitas Paramadina, yang menjelaskan melalui statistik HDI dan PDB mengapa NTT masih termasuk daerah tertinggal. Menurut M.Iksan di provinsi NTT ada harta karun tersembunyi yang memilki potensi besar untuk meningkatkan perekonomian dan sekaligus melindungi sumber daya alam di wilayah NTT. Pemateri juga menekankan pentingnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola bersama (common pool resources) untuk meningkatkan kualitas objek wisata, mempromosikan ekowisata di wilayah taman nasional dan melindungi sumber daya alam secara berkelanjutan. 

Di sesi kedua, Aleta Ba'un yang hadir sebagai keynote speaker, berbagi pengalaman inspiratifnya saat melakukan kegiatan advokasi lingkungan di provinsi NTT. Penerima penhargaan Yap Thian Hien Award 2016 ini, menjelaskan pendekatan holistik antara hubungan manusia dan lingkungan. Intinya lingkungan hidup dan manusia memiliki hubungan yang erat dan tidak berpisahkan. Mama Aleta dalam hal ini menegaskan "Kalau kita merusak bumi, kita sama saja membunuh manusia. Sebab air adalah darah, tanah adalah daging dan  hutan urat kita. Maka orang tua bilang betul."

Kegiatan Seminar diakhiri dengan pembagian sertifikat untuk 100 peserta dari BEM Kampus se-Kota Kupang dan foto bersama dengan para narasumber seminar.