DE

Perubahan Iklim
Workshop Pembangunan Berkelanjutan Terkait Penanganan Perubahan Iklim

2-4 September 2016
Lokakarya Pembangunan Berkelanjutan Terkait Perubahan Iklim di Indonesia
Lokakarya Pembangunan Berkelanjutan Terkait Perubahan Iklim di Indonesia © FNF Indonesia

Menanggapi kondisi perubahan iklim di dunia yang kian memprihatinkan, Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk perubahan iklim (UNFCC) kembali mengadakan COP untuk ke 21 kalinya pada Desember 2015 yang lalu. Dalam konferensi ini, para pemimpin negara bersepakat untuk bersama-sama menghentikan kenaikan suhu bumi tidak lebih dari dua derajat celcius, salah satu caranya yaitu dengan mengaplikasikan pendekatan pembangunan berkelanjutan. Terlaksananya pembangunan berkelanjutan tentu tidak terlepas dari peran para politikus. Oleh karena itulah, Friedrich Naumann Foundation, bersama dengan Partai Demokrat menyelenggarakan sebuah lokakarya tentang Pembangunan Berkelanjutan Terkait Penanganan Perubahan Iklim di Indonesia selama tiga hari di Hotel Salak Tower, Bogor. Lokakarya ini merupakan sebuah pembekalan bagi para kader muda Partai Demokrat mengenai fakta-fakta perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan di Indonesia, serta peran dan strategi Partai Demokrat untuk mencapai target tersebut. Sebagai narasumber, lokakarya yang difasilitasi oleh Democrat Youth Causus for Climate (DYCC) ini menghadirkan Yani Saloh, seorang pemerhati perubahan iklim, Wahyuningsih Darajati, Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas, dan M. Husni Thamrin, Sekretaris Divisi Hubungan Luar Negeri Partai Demokrat yang juga sempat menjabat sebagai Program Officer di FNF Indonesia. Selain itu, dalam lokakarya ini, turut hadir dua orang pengamat dari Kementrian Hukum dan HAM.

Pada hari pertama, para peserta diajak untuk saling berkenalan melalui permainan Speed Dating. Dalam lokakarya ini, peserta yang hadir merupakan para pemuda yang berasal dari berbagai macam profesi, mulai dari mahasiswa hingga perawat. Meski berdomisili di Jabodetabek, beberapa dari mereka juga datang dari luar Pulau Jawa seperti Maluku dan NTB. Setelah itu, pengetahuan dasar para peserta mengenai perubahan iklim dan Friedrich Naumann Foundation diuji melalui sebuah permainan trivia yang juga mengakhiri rangkaian acara di hari pertama.

Pemberian materi dalam lokakarya ini dimulai di hari kedua. Narasumber pertama, Yani Saloh, mula-mula menjelaskan mengenai COP-21 dan Sustainable Development Goals (SDGs) dan tujuan-tujuannya yang menjadi dasar pengambilan keputusan negara-negara di dunia terkait perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, Indonesia memiliki beberapa komitmen, di antaranya berupa target penurunan emisi secara sukarela hingga 29% pada tahun 2030. Selain itu, Indonesia berkomitmen untuk aktif dalam kesepakatan global dalam hal adaptasi, mitigasi, capacity building, alih teknologi dan pendanaan. Beliau juga memberikan penjelasan informasi mengenai profil emisi Indonesia yang tinggi terutama dari sektor kehutanan, yaitu alih guna lahan yang menyebabkan kebakaran hutan. Dari contoh tersebut, para peserta juga belajar bagaimana perubahan iklim tidak hanya berdampak secara nasional saja namun juga dapat mengganggu hubungan suatu negara dengan negara lain yang turut terkena dampaknya. Selain dari sektor kehutanan, emisi gas rumah kaca Indonesia juga tinggi dari sektor energi yang digunakan dalam transportasi. Apabila keduanya tidak dijaga, Indonesia dipercaya akan sulit mencapai targetnya di tahun 2030 apalagi dengan adanya kebijakan kontradiktif berupa penggunaan batu bara yang hingga saat ini masih menjadi sumber energi terbesar di Indonesia.

Suasana Lokakarya Bersama Fasilitator dari DYCC
Suasana Lokakarya Bersama Fasilitator dari DYCC © FNF Indonesia

Sebelum memasuki sesi kedua, para peserta dibagi menjadi dua kelompok dalam permainan world café. Dalam permainan tersebut, para peserta diajak untuk mengaji ulang materi sebelumnya dengan menuliskan dampak dan solusi perubahan iklim yang telah mereka pelajari. Pada sesi selanjutnya, pembicara Wahyuningsih Darajati menyampaikan materinya mengenai kebijakan nasional pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dapat dipahami sebagai pembangunan yang berprinsip untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kebutuhan generasi masa depan. Fokus dari pembangunan berkelanjutan yaitu bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan hidup tanpa mengorbankan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Pembangunan berkelanjutan memiliki 3 + 1 pilar yang terdiri dari pilar ekonomi, sosial, lingkungan dan tata kelola. Selain itu pembangunan berkelanjutan dilakukan berdasarkan lima prinsip yang meliputi keadilan antargenerasi, keadilan dalam satu generasi, prinsip pencegahan dini, perlindungan keanekaragaman hayati, dan internalisasi biaya lingkungan dan mekanisme insentif. Dalam melakukan pembangunan berkelanjutan, menurut Ibu Wahyuningsih, Indonesia dihadapkan pada beberapa tantangan seperti pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, pertumbuhan ekonomi yang masih berbasis SDA, pola konsumsi masyarakat yang berlebihan dan pemanfaatan SDA dan keaneka ragaman hayati secara ekstraktif. Sementara itu, dalam usahanya mengimplementasikan Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia berhasil memenuhi 49 dari 67 indikator dengan beberapa target belum tercapai dari aspek lingkungan hidup seperti peningkatan kawasan tutupan hutan dan penurunan emisi CO2.

Setelah melakukan beberapa ice breaking, lokakarya dilanjutkan dengan pembicara ketiga, Bapak M. Husni Thamrin yang menjelaskan bagaimana anggota partai politik dapat berperan dalam menjalankan pembangunan berkelanjutan. Dalam sesinya, Bapak Thamrin memberikan penjelasan mengenai beragam kebijakan yang dicanangkan Susilo Bambang Yudhoyono selama menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, mulai dari keterlibatannya dalam memprakarsai konsensus global Bali Road Map dalam COP-13, moratorium hutan untuk menyempurnakan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut, kebijakan bauran energi untuk memaksimalkan penggunaan energi terbarukan dan rencana aksi nasional untuk menurunkan emisi gas rumah kaca hingga 26%. Selain itu, beliau juga menghimbau para kader muda untuk menjadi politikus yang bersih dan tidak terlibat dalam permainan uang. Dalam proses kampanye, misalnya, para politikus dapat menggalang dukungan sembari membantu penduduk setempat dalam melestarikan alam seperti dengan membantu pembudidayaan tanaman-tanaman bermanfaat seperti kemiri atau  mahoni. Setelah para pembicara selesai menyampaikan materi mereka, para peserta kembali dibagi menjadi beberapa kelompok untuk membuat sebuah orasi mengenai perubahan iklim yang akan dibawakan di hari ketiga.

Para peserta dalam sesi world cafe
Para peserta dalam sesi world cafe © FNF Indonesia

Pada hari ketiga, perwakilan kelompok diminta untuk membawakan orasi hasil diskusi kelompok yang kemudian akan dinilai oleh Bapak M. Husni Thamrin sebagai penutup acara. Dalam penilaiannya, beliau menekankan beberapa pesan bahwa dalam mensosialisasikan perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan kepada masyarakat, seorang politikus, selain memahami seluk beluk isu yang bersangkutan juga harus mampu mengadopsi cara pandang lokal dan mengaitkan teori-teori yang ada dengan permasalahan setempat.