DE

Kebebasan Ekonomi
Kondisi Kebebasan Ekonomi Bali dan Relasinya dengan HAM

Para peserta berfoto bersama penyelenggara dari INDEKS dan perwakilan FNF, Dr. Stefan Diederich (Project Director FNF Indonesia) & Ganes Woro Retnani (Program Officer FNF Indonesia), seusai kegiatan. Setiap peserta memegang sebuah sertifikat sebagai tanda keikutsertaan mereka dalam pelatihan kali ini.

Para peserta berfoto bersama penyelenggara dari INDEKS dan perwakilan FNF, Dr. Stefan Diederich (Project Director FNF Indonesia) & Ganes Woro Retnani (Program Officer FNF Indonesia), seusai kegiatan.

© Lembaga INDEKS

DENPASAR, BALI – Sejak awal pandemi COVID-19, ekonomi Bali mengalami kemerosotan yang signifikan. Pada tahun 2023-2024, ekonomi Bali menunjukkan tanda-tanda pemulihan dengan peningkatan jumlah wisatawan dan pertumbuhan sektor-sektor baru seperti teknologi dan ekonomi kreatif, yang merupakan sumber utama perekonomian daerah. Meski demikian, tantangan seperti regulasi yang kurang mendukung dan masalah lingkungan masih perlu diatasi guna memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Pelatihan kebebasan ekonomi di Bali sangat penting dan membantu meningkatkan pemahaman tentang kebijakan ekonomi yang efektif serta mengatasi hambatan regulasi. Dengan memperkuat kapasitas individu, komunitas, dan institusi lokal, pelatihan ini berperan krusial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil dan inklusif di Bali.

Hasil riset Nanang Sunandar, Indeks Kebebasan Ekonomi Indonesia 2024: Analisis Tingkat Provinsi oleh Perkumpulan Lembaga Indeks (2024), menemukan bahwa Bali memperoleh skor Indeks Kebebasan Ekonomi 56,76, menempatkannya di peringkat ke-17 dengan status sebagian besar tidak bebas.

Dalam Supremasi Hukum, Bali cukup baik dalam perlindungan hak milik pribadi dan integritas pemerintah, namun penegakkan hukum oleh kepolisian daerah relatif lemah, ditandai dengan angka penuntasan kasus kejahatan yang kurang dari 25%. Rasio Pajak dan Retribusi Bali terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tergolong tinggi, sebesar masing-masing 4,66% dan 0,16%, menjadikan Bali tidak bebas dalam Beban Pajak. Meski pengeluaran pemerintah terkendali, kesehatan fiskal kurang terjaga karena rasio cicilan utang yang jatuh tempo mencapai 0,11% terhadap PDRB.

Dalam Efisiensi Regulasi Bali cukup baik, ditandai dengan Pasar Kerja yang sebagian besar bebas, di mana tingkat pengangguran rendah (2,6%) dan rasio Upah Minimum Provinsi (UMP) setahun 31,07% terhadap PDRB per tenaga kerja. Kebebasan berusaha di Bali cukup kondusif dengan 8,71% tingkat kewirausahaan di sektor formal dan persepsi pebisnis yang cenderung positif terkait regulasi berusaha. Keterbukaan Pasar berstatus sebagian besar tidak bebas karena dominasi badan usaha pemerintah dan satu dari empat investor mempersepsi adanya hambatan dalam berinvestasi.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, Friedrich Naumann Foundation (FNF) Indonesia bersama Institut Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (INDEKS) serta didukung oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia berhasil menyelenggarakan Pelatihan Kebebasan Ekonomi dan HAM di Kota Denpasar, Bali, pada Jumat 26 Juli sampai Minggu 28 Juli 2024.

Perwakilan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia memberikan sambutan pertama. Dalam sambutannya, perwakilan Kemenkumham mengatakan bahwa merasa senang dan mendukung penuh kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan pemahaman tentang HAM, terutama pada kaum muda.

"Kemenkumham bersama FNF Indonesia & Lembaga INDEKS, bekerja sama untuk terus mendukung kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman kaum muda terhadap hak asasi manusia" ujar Agung Hestusubekti, perwakilan Kemenkumham.

Selanjutnya materi pertama disampaikan oleh Dr. Stefan Diederich (Head of Indonesia Office, FNF). Stefan menyampaikan materi tentang "Economic Freedom: The Case of Germany". Secara mendasar, Stefan menjelaskan perbandingan melalui studi kasus di Jerman. Republik Federal Jerman (FRG) dan Republik Demokratik Jerman (GDR) yang merupakan sistem yang bersaing antara tahun 1949-1989

Berdiri, dari kiri ke kanan, Ganes Woro Retnani (Program Officer FNF Indonesia) and Dr. Stefan Diederich (Project Director FNF Indonesia)

Berdiri, dari kiri ke kanan, Ganes Woro Retnani (Program Officer FNF Indonesia) and Dr. Stefan Diederich (Project Director FNF Indonesia)

© Lembaga INDEKS

Selain itu, Stefan menceritakan bagaimana persaingan antara kedua blok tersebut.

"FRG dibentuk di zona pendudukan Barat, FRG menganut sistem demokrasi parlementer dengan ekonomi pasar bebas. Sedangkan GDR Dibentuk di zona pendudukan Soviet, GDR menganut sistem komunis dengan ekonomi terencana dan sistem politik satu partai di bawah kontrol Partai Sosialis Bersatu Jerman (SED). GDR mendapat dukungan penuh dari Uni Soviet dalam hal politik, ekonomi, dan militer," ungkap Stefan, Jumat 28/7/2024.

Nanang Sunandar (Lead Trainer dari Lembaga INDEKS)

Nanang Sunandar (Lead Trainer dari Lembaga INDEKS)

© FNF Indonesia

Nanang Sunandar (Lead Trainer dari Lembaga INDEKS) membuka dengan menanyakan kepada peserta apa itu kebebasan ekonomi. Menurutnya, kebebasan ekonomi ialah kebebasan setiap orang untuk melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi.

Masyarakat dengan ekonomi yang bebas ditopang oleh sistem hukum yang melindungi hak setiap orang untuk memiliki properti secara adil, yaitu tanpa paksaan, kekerasan, pencurian, dan kecurangan. Nanang menekankan bahwa masyarakat dengan ekonomi yang bebas juga memberikan perlindungan hukum bagi setiap pemilik properti untuk mengambil manfaat ekonomi dari harta benda miliknya melalui pertukaran barang dan jasa secara sukarela dalam ekonomi pasar yang terbuka bagi kerja sama dan kompetisi. Hasilnya tidak hanya saling menguntungkan antar-pribadi, tetapi juga secara sosial.

Kemudian, ia juga mengingatkan kebebasan ekonomi merupakan bagian integral dari hak asasi manusia. Ia mengutip Milton Friedman dan pasal 17 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

"Milton Friedman (1980) menyebutkan bahwa hak-hak properti, merupakan komponen mendasar dari kebebasan ekonomi, ialah hak asasi manusia yang paling mendasar dan menjadi fondasi esensial bagi hak-hak asasi manusia lainnya. Sejalan dengan itu, Pasal 17 DUHAM menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memiliki harta sendiri maupun bersama orang lain dan tidak seorang pun boleh dirampas hartanya secara sewenang-wenang," ungkap Nanang.

Selama tiga hari pelatihan berlangsung, Nanang Sunandar didampingi oleh tiga fasilitator; Mathelda Christy (Co-Trainer/Manajer Program Lembaga INDEKS), Dedi Irawan (Co-Trainer/Staf Program Lembaga INDEKS), dan Athena Diva Abigail (Co-Trainer/Staf Media Lembaga INDEKS).

Relasi Kebebasan Ekonomi dan Hak Asasi Manusia

Narasumber II: Poltak Hotradero (Ekonom Senior/Penasihat Bisnis Bursa Efek Indonesia) memberikan materi tentang "Dunia dalam Perspektif Kebebasan Ekonomi".

Narasumber II: Poltak Hotradero (Ekonom Senior/Penasihat Bisnis Bursa Efek Indonesia) memberikan materi tentang "Dunia dalam Perspektif Kebebasan Ekonomi"

© Lembaga INDEKS

Narasumber kedua Poltak Hotradero, memulai materi dengan menjelaskan betapa pentingnya kebebasan ekonomi. Menurut Poltak, kebebasan ekonomi itu penting, dikarenakan kebebasan ekonomi mendorong pada perbaikan produktivitas individu dan pencapaian kemakmuran bersama.

Poltak juga menjelaskan enam cara mengukur kebebasan ekonomi, yaitu 1) tingkat kemudahan bisnis, 2) tingkat intervensi pemerintah, 3) keterbukaan pasar, 4) perlindungan hak milik, 5) efisiensi regulasi, dan 6) penanganan korupsi.

Selain itu, Poltak menceritakan bagaimana kondisi di Afrika dan Cina. Ia mengatakan tantangan yang teramat berat bagi benua Afrika dalam konteks kebebasan ekonomi, yang dibatasi oleh kondisi geografi seperti gurun pasir dan gunung-gunung. Poltak juga memberikan studi kasus lain, bahwa pemerintah Cina secara politik tidak bebas, namun secara ekonomi, pemerintah Cina pro terhadap pasar bebas.

Narasumber III: Sukron Hadi (Penulis Buku Kebebasan Ekonomi dan Hak Asasi Manusia) memberikan materi tentang "Kebebasan Ekonomi sebagai Hak Asasi Manusia"

Narasumber III: Sukron Hadi (Penulis Buku Kebebasan Ekonomi dan Hak Asasi Manusia) memberikan materi tentang "Kebebasan Ekonomi sebagai Hak Asasi Manusia"

© Lembaga INDEKS

Sesi selanjutnya, Sukron Hadi, memulai materi dengan memberikan kasus-kasus terkait isu ekonomi dan hak asasi manusia. Sukron memberikan ruang khusus terhadap peserta untuk menganalisa dan berpendapat mengenai mana yang termasuk pelanggaran kebebasan ekonomi maupun hak asasi manusia.

Sukron mengingatkan peserta pelatihan tentang pentingnya memahami hak asasi manusia. Ia mengingatkan tentang definisi hak asasi manusia menurut undang-undang dan bagaimana relasi hak asasi manusia dengan kebebasan ekonomi.

"Secara definitif, konsep hak asasi manusia menurut Pasal 1 ayat 1 UU 39 tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia", papar Sukron.

Sukron juga menjelaskan betapa pentingnya relasi kebebasan ekonomi dan HAM. Ia membagi manfaat dalam empat variabel; sama penting karena bagian dari human dignity, saling memajukan, mendorong kemakmuran dan harus didukung karena kebebasan ekonomi bagian dari HAM.

Relasi keduanya semakin jelas dalam pasal 17 DUHAM, "Setiap orang berhak untuk memiliki harta benda baik secara pribadi maupun bersama-sama dengan orang lain. Tidak seorang pun dapat dirampas harta bendanya secara sewenang-wenang."

Selain itu, Sukron membahas lebih lanjut tentang bagaimana ideologi politik dan ekonomi yang berbeda memengaruhi keadaan suatu negara, dan bagaimana negara-negara yang memiliki ideologi yang mendukung kebebasan ekonomi dan sipil pada akhirnya mengalami kemajuan.

Manfaat Pelatihan bagi Peserta

Pertanyaan-pertanyaan dalam lembar evaluasi (berbentuk link form) yang diberikan setelah pelatihan berlangsung diantaranya, "Dibandingkan sebelum Anda mengikuti pelatihan ini, seberapa besar manfaat pelatihan ini terhadap (1) peningkatan pengetahuan Anda tentang kebebasan ekonomi? (2) pengingkatan keterampilan Anda dalam advokasi kebebasan ekonomi? (3) peningkatan komitmen Anda untuk untuk terlibat dalam advokasi kebebasan ekonomi?"

Survei pemahaman peserta terhadap materi yang diberikan setelah kegiatan berlangsung di Bali (Lembaga INDEKS, 2024)

Survei pemahaman peserta terhadap materi yang diberikan setelah kegiatan berlangsung di Bali

(Lembaga INDEKS, 2024)

© Lembaga INDEKS

Dari 24 peserta, hanya 21 peserta yang secara sukarela mengisi survei pemaham tersebut hingga selesai.

Bagaimana hasilnya? 14 peserta menilai bahwa kegiatan ini memiliki dampak "sangat besar" dalam peningkatan pengetahuan mereka terkait kebebasan ekonomi. Enam peserta menjawab "besar" dampaknya dan satu peserta menjawab sangat kecil dampaknya.

Respons pada pertanyaan kedua, 13 peserta menjawab "sangat besar" dampaknya bagi mereka terhadap peningkatan keterampilan dalam advokasi kebebasan ekonomi, setelah mereka tiga hari mengikuti kegiatan pelatihan ini. Adapun tujuh peserta menjawab "besar" dampaknya bagi peningkatan keterampilan advokasi kebebasan ekonomi dan satu menjawab sangat kecil dampaknya.

Kemudian pertanyaan ketiga, 13 peserta merasa bahwa kegiatan tiga hari ini memiliki dampak "sangat besar" dalam meningkatkan komitmen mereka untuk terlibat dalam advokasi kebebasan ekonomi.  Kemudian tujuh peserta menjawab "besar" dampaknya dan satu peserta menjawab sangat kecil dampaknya.